Wednesday, May 21, 2014

Kampus Rasionalis

KAMPUS KAUM RASIONALIS

Kampus Fak Adab Manouba yang lengang menjelang liburan

SIANG itu, terik mentari lumayan terasa menyengat. Suasana kampus Fakultas Adab Universitas Manouba Tunis, nampak lengang. Hanya ada beberapa kelompok mahasiswa duduk bergerombol di bangku-bangku di bawah pepohonan rindang. 

Ujian Semester baru saja selesai pekan lalu. Minggu ini, tak ada lagi kegiatan perkuliahan. Pantas kampus ini nampak sepi.

Sepasang mahasiswa – pria dan wanita – berjalan berdampingan. Sang mahasiswi tertawa cekikan, pelan. Tangan kirinya memegang buku yang ditempelkan ke dada. Tangan kanannya melingkar di pinggang sang pria. Sedangkan tangan kiri sang pria melingkar di bahu sang mahasiswi. Mereka asyik berjalan ke arah gerbang kampus, tanpa mengindahkan suasana kiri kanan. Pokoknya, dunia serasa milik berdua, orang lain mah ngontrak, hehe… Tapi memang, orang-orang yang ada di sekitar itu juga nampak cuek. Seolah telah biasa dengan pemandangan itu.

Pemandangan seperti ini bukan hal asing di sini, kata Ahmad, temanku yang kuliah di sini. Pola pergaulan antara mahasiswa-mahasiswi terbilang longgar. Sepasang kekasih berpegangan tangan, duduk berdempetan, atau mahasiwa-mahasiswi cipika-cipiki saat bertemu, adalah hal biasa.

Aku tidak kaget mendengar info itu. Sudah kuduga sebelumnya. Dulu sebelum revolusi, di kampusku juga begitu. Tunis gitu lho ! Sekarang di kampusku sudah tidak lagi pemandangan seperti itu, sudah pada tobat, hehe.

Aku terus berjalan di jalan aspal yang membelah taman hijau yang diselingi pepohonan rindang. Di bawah pepohonan itu, ada bangku-bangku tembok, tempat para mahasiswa biasa duduk santai.

Ahmad menjelaskan gedung-gedung dan fasilitas yang ada di kampusnya itu. Itu adalah ruang perkuliahan, ini adalah perpustakaan berisi buku berbahasa Arab, di seberangnya perpus khusus buku berbahasa Inggris, dan sebelahnya lagi perpus khusus buku-buku berbahasa Perancis, itu adalah gedung pusat penerbitan, dan seterusnya.

Ketika menengok ke arah kanan, pandanganku tertumpu pada dua sejoli yang duduk berdempetan sambil bercanda ketawa ketiwi. Tepat di depan Aula ibn Khaldun. Ah, itu lagi. Buru-buru aku berpaling ke arah lain,  ghodul bashor ceritanya. 

Gudang Intelektual
Fakultas Adab dan Humaniora (Kulliyat al Adab wa al ‘Ulum al Insaniyah) Universitas Manouba, adalah salah satu kampus terkemuka di Tunis. Lokasinya sekitar 20 km di arah barat ibukota. Ditempuh 30 menit dengan bis kota atau trem dari stasiun pusat kota.  

Kampus ini dikenal sebagai gudang intelektual berhaluan modern, karena karya akademik para dosennya yang cemerlang. Karya-karya mereka tak hanya dikenal di Tunis, tapi juga menyebar ke Dunia Arab. Sejumlah guru besar bidang sastra Arab dan linguistic, ada di sini. Karya-karya mereka, menghiasi dunia kesusasteraan Arab saat ini.

Dan dengan pendekatan ilmu-ilmu Adab (bahasa/sastra/linguistic) pula, para akademisi di kampus ini melakukan kajian-kajian bidang keislaman, baik berupa studi naskah, filologi, mauapun kajian tematik.

Sekedar menyebut contoh, di kampus ini ada nama Ulfa Yusuf, guru besar wanita bidang linguistic. Mula-mula ia mengkaji linguistic dalam Al Quran. Disertasinya berjudul Ta’addud al Ma’na fil Quran, diterbitkan di Tunis, dan mendapat sambutan luas dari para intelektual.  Kemudian, Ulfa menelorkan sejumlah karya ilmiah - tak kurang dari 12 buku, sebagian besar terkait wacana gender perspektif Al Quran. 

Ada lagi Amal Grami, juga dosen wanita, yang menulis disertasi berjudul Qadhiyat ar Riddah fi al Fikr al Islami, diterbitkan tahun 1996. Bukunya juga mendapat sambutan luas dan dicetak beberapa kali oleh penerbit Dar al Janub, Tunis.  Kemudian, setelah menjadi dosen, Dr Amal menorehkan karya-karya lainnya, misalnya Hurriyat al Mu’taqad fil Islam (Casablanca, 1997), dan al Ikhtilaf fits Tsaqafah al Arabiyah : Dirasah Genderiyah (Beirut, 2007).  

Amal juga ikut berpartisipasi menulis buku al Islam al Asiawi, dalam serial al Islam Wahidan wa Muta’addidan. Serial ini terdiri dari 13 buku, masing-masing mengkaji Islam dari berbagai perspektif yang berbeda-beda, terbit atas kerjasama Rabithah al’Aqlaniyyin al ‘Arab (Ikatan Rasionalis Arab) dengan Dar Thali’ah Beirut tahun 2006.

Hampir semua penulis serial ini adalah intelektual Tunis, beberapa di antaranya dari fakultas Adab Manouba. Misalnya  Najiah al Warimi (menulis al Islam al Khariji),  Nadir Hamami (menulis Islam al Fuqaha), Bassam al Jamal (menulis al Islam as Sunni), dan lain-lain. Oya, silsilah ini disupervisori oleh Prof Abdul Majid Syarafi, sang guru kaum rasionalis Arab, yang juga dosen di kampus ini.

Raja ben Salamah, dosen Manouba yang namanya juga malang melintang di dunia pemikiran kontemporer di Tunis. Pemikiran-pemikirannya yang dikenal liberal sering ‘merepotkan’ kaum Islamis di Tunis. Di antara bukunya ada yang berjudul Naqd ats Tsawabit, menggugat konsep-konsep yang telah dianggap mapan dalam doktrin agama.

Masih banyak nama lain, yang semakin mengokohkan pamor kampus ini sebagai gudang intelektual modern di Tunis saat ini.

Jika boleh dipetakan, wacana-wacana keislaman kontemporer di Tunis saat ini  memang banyak berkembang di kampus-kampus fakultas Adab. Sedangkan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan – termasuk Universitas Zitouna – nampaknya lebih didominasi oleh wacana-wacana keislaman tradisional.

Imbas Revolusi
Perubahan demi perubahan mulai terjadi di Tunis, sebagai imbas dari revolusi 2011. Termasuk perubahan orientasi kehidupan keberagamaan pada masyarakat. Kebebasan beribadah dan pemakaian symbol-simbol keagamaan mulai mendapat ruang.

Para mahasiswi mulai mengenakan jilbab, bahkan sebagian bercadar. Di kampus Universitas Zitouna, saat ini bisa dikatakan 90 persen mahasiswinya berjilbab. Dulu, saat aku studi S2 tahun 2005-2007, mahasiswi pejilbab hanya 30-40 persen.  

Di kampus fakultas Adab Universitas Manouba pun, kini jumlah mahasiswi yang berjilbab – dan bercadar - terus bertambah. Meski secara prosentase, masih jauh di bawah 50 persen. Itupun mereka kadang masih mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan, seperti larangan cadar pada hari-hari ujian.

Aku lihat-lihat file berita tahun 2012-2013 lalu, para mahasiswa fakultas ini juga telah sering menyampaikan tuntutan fasilitas mushalla ke pihak pimpinan kampus. Meski sampai saat ini belum ada respon konkret. Masjid terdekat berjarak sekitar 1 km dari kampus ini. “Saya kalo mau shalat, harus naik kereta dulu”, tutur Ahmad. Subhanalloh, semoga kau tetap istiqomah !

Ya, lokasi kampus ini memang berada agak jauh dari pemukiman penduduk. Ia menempati kawasan luas dengan fasilitas yang relative memadai untuk keperluan mahasiswa. Ada sarana olahraga, perpustakaan, kafetaria, fotokopi, wartel, juga math’am jami’i (kantin mahasiswa). Tepat di halaman kampus, ada stasiun metro (trem) dan halte bis kota. Yang belum ada memang hanya tempat shalat.  


Tunis al Khadra, 21 Mei 2014