Sunday, December 26, 2004

SSM 13 : Bahasa Indonesia di Mesir

ORANG MESIR BERBAHASA INDONESIA

Tawa lepas-ku nyaris tanpa henti, menghangatkan dinginnya pagi, tatkala lembaran-lembaran ujian itu kuperiksa. "Film itu adalah sangat lucu, maka kami tertawa dan tersenyum baik-baik", tulis Mahmoud el Kanani, salah seorang muridku, dalam lembaran karangannya yang berjudul "Menonton Film". Di bagian akhir soal ujian, aku memang menyuruh mereka menulis karangan singkat. Selain tentunya, soal-soal pilihan ganda dan essai. Thareq Nasseem, murid kursus yang sehari-hari bekerja sebagai guru bahasa Inggeris SMP, bertutur lain lagi. Dalam karangannya yang berjudul "Pergi Ke Rumah Makan", ia menulis, "Saya pergi ke rumah makan di Doki. Saya memakan bakso. Ia indah tetapi harganya mahal". Hahahaa....aku kembali tertawa keras... sembari membayangkan, kira-kira bakso indah itu seperti apa yach..?!

Begitulah, lembaran-lembaran jawaban ujian para peserta kursus bahasa Indonesia kupelototi satu per satu. Sejak dinihari tadi hingga siang ini. Aku tertawa terpingkal-pingkal kala membaca karangan hasil karya mereka. Aku tertawa bukan karena bahagia atau bangga. Sama sekali bukan. Aku tertawa karena lucunya itu.

Mengajarkan bahasa Indonesia pada orang asing, sungguh sangat mengesankan. Aneka suka dan duka kualami, meski baru 4 bulan berjalan. Murid kelasku ada 8 orang, semuanya orang Mesir yang sudah dewasa. Kursus ini digelar seminggu dua kali, atas prakarsa Pusat Kebudayaan dan Informasi Indonesia (PUSKIN), salah satu lembaga promosi budaya Indonesia di lingkungan KBRI Kairo. Saat ini, ada 30-an murid, serta 3 orang guru. Satu diantara tiga orang itu, ya aku sendiri. Dan tiga hari lalu, kami menggelar ujian akhir tahap pertama..

Kendati statusku adalah guru mereka, tetapi, nyatanya aku juga belajar dari mereka. Pertanyaan-pertanyaan kritis bin polos mereka tentang tata bahasa Indonesia kerap membuatku kelimpungan, sekaligus tertantang untuk mencari jawabnya. Hingga tak jarang aku merenung, atau membaca-baca buku, sekedar mencari tau persoalan-persoalan bahasa. "Apa perbedaan "tidak" dan "bukan"? Kapan kata "bukan" digunakan untuk kata kerja, dan kapan untuk kata sifat?"

Orang asing yang belajar bahasa Indonesia, tentu akan selalu membandingkan tata bahasa Indonesia dengan tata bahasa yang mereka kuasai. Murid-murid kelasku yang orang Mesir, selalu mengukur tata bahasa Indonesia, dari perspektif bahasa Arab. Untunglah, dulu aku pernah belajar ilmu nahwu sharaf, yang kini kurasakan manfaatnya kala menghadapi mereka yang Arabic-minded itu..

Orang Mesir sering kesulitan menyebut kata P, Ny dan Ng. Lidah mereka kadung terbiasa dengan B. Kata 'Papan Tulis", selalu dibaca "Baban Tulis". Kata "Jeruk Purut" dibunyikan Jeruk Burut, dan seterusnya. Begitu juga dengan Ny dan Ng. Seperti kata 'banyak" yang selalu dibaca baniak, atau kata "ingin", dibaca 'injin". Kecuali mereka yang fasih bahasa Inggeris, akan mudah menyesuaikan dengan ejaan dan abjad Indonesia.

Pelafalan abjad juga terus kuajarkan. Karena ternyata mereka kerap kesulitan menerapkan bunyi ejaan kata yang didengar, dalam bentuk tulisan. Ya gara-gara Arabic minded itu. Suatu ketika, ada pelajaran dikte. Kubacakan beberapa kalimat sederhana, lalu mereka kuminta untuk menulis. "Pak Ali memiliki tiga orang anak, yaitu Ahmad, Hasan dan Rosa. Rosa adalah anak yang baik. Setiap hari Rosa belajar memasak bersama ibunya", tuturku di depan mereka. Saat tulisan mereka kubaca, aku tak kuasa menahan tawa. Hampir semua muridku menulis kata "Rosa" yang mereka dengar, dengan kata "Rusa", hahahahhaa....Rupanya, mereka masih belum bisa membedakan bunyi 'o' dan 'u' ....

Kemampuan bahasa Inggeris memang terasa sangat membantu memudahkan belajar bahasa Indonesia. Baik dari segi penuturan ejaan, atau dari segi tata bahasa. Pelafalan bunyi 'ny' seperti dalam kata 'nyenyak', bisa dibantu dengan kata 'new' dalam bahasa Inggeris. Melatih mengucapkan bunyi 'ng' seperti dalam kata 'bangun', mulanya harus dibantu dengan contoh-contoh kata dalam bahasa Arab seperti 'anka', atau 'minkum' yang dibaca dengan dengung..(seperti hukum ikhfa dalam ilmu tajwid). Ketika menjelaskan makna kata "adalah", dengan mudah aku analogikan dengan 'to be' dalam bahasa Inggeris, seperti halnya 'am, is, are'. Tetapi, giliran murid yang tidak faham Inggeris, persoalan menjadi agak rumit. "Adalah itu kalo dalam bahasa Arab, seperti Yakun (fiil mudhari dari Kana)", tutur seorang murid pada rekannya yang tidak faham Inggeris itu. Rupanya ia sedang berusaha menjelaskan. Ah, penerjemahan 'adalah' ke 'yakunu', kayaknya ngga utuh, fikkirku. Entah kalo menurut pembaca.

Begitulah, dalam forum belajar, kerap kutemukan hal-hal baru seputar bahasa Indonesia yang selama ini barangkali jarang diperhatikan oleh orang Indonesia sendiri. Di depan mereka, aku baru menyadari bahwa menerangkan penggunaan kata 'sebuah', harus dibarengkan dengan penjelasan penggunaan kata 'seekor' dan 'seorang'. Jika tidak, wah, bahaya.. Mereka akan seenaknya mengatakan, "saya melihat sebuah anak dan seorang mobil di jalan", hehehe...seperti yang pernah terjadi di kelasku.. Mereka jelas tidak salah..yang salah adalah aku, gurunya yang belum menjelaskan fungsi kata-kata itu, mana yang penggunaannya untuk manusia, untuk benda, dan mana yang untuk hewan..

Pernyataan-pernyataan polos atau pertanyaan-pertanyaan kritis mereka seputar tata bahasa Indonesia, jelas, muncul dari ke-belumtahu-an mereka tentang bahasa Indonesia itu sendiri. Penuturan atau komentar mereka tentang seluk beluk bahasa, terkadang diluar dugaan. Maklum, mereka orang asing yang sedang belajar bahasa kita..

Pinggiran Nil, 20 Desember 2004