Saturday, June 25, 2005

Gamelan Betawi

Gamelan Sunda Irama Betawi....?! Why Not...!


Grup gamelan kami sudah biasa membawakan lagu-lagu dangdut Melayu, Arab, Inggeris, bahkan pernah lagu Turki. Semuanya terasa mudah. Tetapi, di acara resepsi pernikahan sebuah keluarga KBRI Kairo Rabu sore 22 Juni 2005 lalu, kami merasa kesulitan ; membawakan lagu-lagu Betawi karya Benyamin Subur alias Bang Ben.

Kami punya kesempatan 3 kali latihan, dalam dua minggu. Maklum, para kru gamelan (nayagan) masih pada sibuk ujian. Permintaan panitia, kami membawakan lagu-lagu Benyamin, diantaranya berjudul 17 tahun, Ntu Siape yang punye, Gerimis dan Sang Bango.. Untunglah, beberapa lagu itu akrab di telingaku, karena sewaktu di Ciputat dulu, aku pendengar setia Ben’s Radio, sebuah radio swasta yang sangat konsisten dengan tradisi dan kebudayaan Betawi. Dan di panggung nanti, tentu kami harus pandai-pandai menyesuaikan nada gamelan yang pentatonis, untuk mengikuti lirik lagu-lagu Benyamin yang Betawi-nya kental banget itu.

Rabu sore itu, resepsi pernikahan digelar dengan tradisi Betawi. Pengantin diiringi musik marawis –grup musik tradisi yang menggunakan rebana, sambil bawa roti buaya, yang sengaja didatangkan dari Jakarta. Beberapa kawan mahasiswa Keluarga Pelajar Jakarta (KPJ) berpakaian adat, berjalan mengiringi pengantin. Sore itu, lapangan parkir KBRI seluas 400an meter persegi itu dihias sedemikian rupa. Ada bunga-bunga kertas, serta lampu warna-warni. Kebetulan malam itu langit cerah, udaranya ga terlalu panas. Romantis abis pokoknya. Ada dua panggung cantik, satu untuk pengantin dan keluarga, satu lagi panggung hiburan.

Grup gamelan kami tampil usai magrib hingga adzan isya. Lima lagu Bang Ben adalah suguhan utama kami. Lagu Betawi terkenal Jali-Jali kami mainkan secara kolaborasi Gamelan-Marawis. Alhamdulillah, lancar. Sepasang suami isteri asal Jakarta menjadi penyanyi. Sengaja kami pilih, biar pas mengucapkan komentar-komentar polos khas Benyamin. Tiga ratusan hadirin – kebanyakan mahasiswa Jakarta dan keluarga besar KBRI – dibikin ger-geran serta berdecak kagum. Malam itu, seolah telah disulap menjadi malam budaya Betawi. Kebetulan banget, bersamaan dengan HUT Kota Jakarta ke-478.

Beberapa lagu dangdut melayu juga kami suguhkan. Seperti biasanya, para hadirin dipersilahkan melantai. Pada pentas yang ke-27 ini, grup kami mendapat tepukan tangan yang meriah dari penonton. Sewaktu lagu dangdut lawas Memori Daun Pisang kami mainkan, beberapa tamu orang Mesir ikut berjoged dangdut.. Tapi tentu ngga ngebor, hehehe..

Dalam mengiringi lagu-lagu Betawi, melodi tak lagi menjadi tugas saron, alat musik gamelan yang biasa kupegang. Kebetulan, suaranya ga pas. Sebagai gantinya, kami memakai bonang, alat musik gamelan lain yang suaranya sedikit adem. Untunglah, Uyan, pemain bonang jempolan asal Sumedang, dengan mudah menghafalkan irama lagu-lagu itu.

Kedua mempelai yang duduk menghadap hadirin , kerap tersenyum malu, atau bahkan ketawa terpingkal-pingkal, akibat sindiran konyol syair-syair grup marawis, atau lagu-lagu yang kami bawakan. Tetapi, rasa haru dan kebanggaan yang tak terkira, mungkin sangat mereka rasakan saat itu. Tatkala suasana Betawi – ritual adat, pakaian serta iringan musik tradisional - dapat dihadirkan dalam prosesi pernikahan mereka, kendati berlangsung di Kairo, nun jauh di sana.

Kala malam semakin larut, hadirin pun ikut terlarut dalam dendang lagu-lagu Betawi yang kami suguhkan. Eh hujan gerimis aje, ikan teri diasinin.... e jangan menangis aje, yang pergi jangan ditangisin...

Pinggiran Nil, 23 Juni 2005