Wednesday, April 02, 2008

Pers Santri

Santri Jadi Wartawan


Kegiatan Pramuka, salah satu ekstrakulikuler santri di pondok kami

Di pesantren kami, kini ada bulletin. Aku yang menggagas penerbitannya, sejak dua bulan terakhir ini. Minggu lalu terbit edisi kedua, 16 halaman. Edisi pertamanya telah terbit 12 halaman pada pertengahan Februari. Alhamdulillah.

Aku memang sedang berusaha membangun tradisi menulis di kalangan santri. Agar mereka tak hanya bisa mencerna dan memahami pelajaran, lalu menyampaikannya secara lisan seperti ceramah. Lebih dari itu, para santri juga harus mampu menuangkan ilmunya dalam bentuk tulisan. Karena tulisan sifatnya lebih awet dan bisa disimpan.

Terlebih di zaman sekarang, zaman persaingan. Siapapun harus kaya dengan potensi, jika ingin prestasi. Tak terkecuali santri yang belajar di pesantren.

Edisi Fotokopi
Nama bulletin kami ini adalah Gema Imani. Mengutip dari kata ‘Darul Iman’, nama pondok kami yang berlokasi di kaki gunung di Tanah Banten. Motto bulletinnya adalah ‘Media Komunikasi dan Informasi Santri Darul Iman’.

Mula-mula, aku merekrut 4 orang guru muda dan 2 santri senior. Suatu senja di akhir Januari lalu, kuberikan mereka materi tentang Dasar-dasar Jurnalistik dan Manajemen Redaksi. Termasuk tema-tema investigasi berita, trik wawancara serta kiat menulis hard news, feature dan artikel. Pokoknya materi-materi yang harus dimiliki oleh seorang wartawan, meski itu wartawan santri.

File-file makalah terkait yang pernah kumiliki sekian tahun lalu serta secuil pengalaman menjadi wartawan magang dan koresponden lepas saat jadi mahasiswa, ternyata hari ini menjadi modal yang amat berharga.

Usai ‘pelatihan singkat’ itu, aku langsung membagi tugas. Tim redaksi dadakan segera dibentuk. Para jabrik (penanggung jawab rubrik) kuatur sesuai minat dan potensi para kru. Sementara, aku jadi pimrednya. Dua guru senior yang bergelar magister kuajak jadi staf ahli.

Namanya juga media di lingkungan pesantren, rubrik yang ada pun mengacu pada kebutuhan santri. Misalnya rubrik opini keagamaan, forum santri, konsultasi pendidikan, bahasa Arab/Inggeris, profil, sastra dan rubrik berita pondok. Ruang-ruang kosong diisi dengan mahfudzat (kata mutiara berbahasa Arab), anekdot sufi, kaligrafi, ucapan selamat dan iklan koperasi.

Edisi perdana kami terbitkan sebanyak 50 eksemplar. Dibagikan secara gratis di lingkungan pondok. Untuk santri, setiap kamar mendapat satu eksemplar saja. Biar bacanya rame-rame. Beberapa hari setelah terbit, bulletin itu juga kupampang di majalah dinding alias mading pondok.

Karena keterbatasan dana, edisi perdana itu masih fotokopian. Lumayan lah, tulisannya jelas dan terbaca. Jika ada perkembangan menarik, suatu hari nanti bulletin ini harus dicetak dan berwarna, pikirku. Semoga Allah memudahkan jalan kami.

Edisi Maulid
Saat acara resmi seperti upacara bendera atau rapat guru, aku selalu mengkampanyekan bulletin ini. Agar semuanya mau baca, lalu mau menulis.

Awal Maret lalu, ada rapat evaluasi. Kru bulletin berkumpul, sekaligus kuberikan materi teori jurnalistik berikutnya. Mereka datang dengan membawa aneka informasi. Alhamdulillah, seru juga. Menurut para kru, para santri umumnya mengaku tertarik. Banyak di antara mereka yang mengusulkan penambahan halaman dan rubrik. Bahkan ada beberapa santri yang ‘memesan’ halaman di edisi berikut, karena mereka hendak mengirim puisi dan cerpen. Aku senang mendengarnya.

Edisi kedua pun kusiapkan. Tema utamanya adalah Maulid Nabi saw. Karena bulan ini memang bertepatan dengan bulan Rabiul Awwal, bulan kelahiran Rasulullah saw. Maka, semua tulisan kuarahkan pada tema seputar kepribadian Rasulullah. Rubrik ‘Opini’ misalnya, memuat tulisan seorang ustadzah bertema ‘Metode Pendidikan ala Rasulullah’. Rubrik ‘Hikmah’ mengusung judul ‘Keagungan Akhlak Rasulullah’, rubrik tetapku sebagai pimred juga mengangkat tema ‘Rasulullah Idola Kita’. Bahkan puisi santri pun bertema sama.

Multi Fungsi
Edisi kedua kucetak lebih banyak, yakni 70 eksemplar. Karena pembacanya mulai bertambah, yakni para alumni. Beberapa di antara mereka memberikan sumbangan sekedar ganti biaya fotokopi. Ada juga alumni di kota Serang yang mengaku siap menjadi agen distribusi khusus alumni.

Rupanya mereka merasa senang ketika mengetahui khabar tentang pondok almamaternya.
Karena itu, aku semakin menyadari betapa besar peran media dalam banyak hal, termasuk dalam rangka menjaga tali silaturahmi. Benar kata Ibnu Khaldun dalam buku ‘Muqaddimah’nya, ‘Saat perang, pedanglah yang menjadi senjata. Saat damai, pena-lah yang menjadi senjata’.

Ke depannya, insya Allah bulletin ini akan memiliki multi fungsi. Media aktualisasi minat dan potensi santri, itu pasti. Fungsi lainnya adalah sebagai media silaturahmi antar alumni. Ya, alumni pesantren kami yang berdiri sejak tahun 1991.

Jika aku sudah lebih merasa percaya diri, insya Allah bulletin ini akan dikirimkan ke pesantren-pesantren lain di sekitar Pandeglang dan Serang. Barangkali bisa menjadi inspirasi untuk melakukan hal yang sama. Karena sejauh pengamatan sementaraku, tradisi menulis di kalangan santri di kawasan ini, masih sangat rendah. Maklum, kami semua tinggal di desa, jauh dari kota.

Aku yakin jika tradisi menulis tumbuh kuat di kalangan santri, sebuah peradaban baru akan terukir indah di negeri ini.

Darul Iman Pandeglang, 30 Maret 2008

3 comments:

  1. Wah saya salut dengan Mang Dede,semasa masih di Kairo Mang Dede gak henti2nya menyebarkan virus "gemar menulis", ketika di tanah air pun ajakan da'wah bil qalam pun tidak berhenti. Allah yubarik fiik...

    ReplyDelete
  2. tulisan-tulisan km aq suka, teruskan perjuanganmu ya cayooo..

    ReplyDelete
  3. saya selalu salut dengan kerja-kerja penuh makna, future oriented dan dilakukan di kesunyian.. salut...

    ReplyDelete