Friday, January 24, 2014

Kriminalisasi Takfir

PENUDUH KAFIR HARUS DIHUKUM?!

Apa hukum takfir (menuduh kafir) kepada sesama Muslim?  Berhari-hari para anggota Majelis Konstituante (MPR) Tunisia berdebat membahas pertanyaan ini. Masyarakat luas pun terlibat polemik. Dan pekan lalu, palu diketok. MPR mengesahkan pasal pemidanaan pelaku takfir. Kalangan Islamis rame-rame protes.  

***
Tahjir at Tafkir dan Hurriyat al Mu’taqad wad Dhamir. Dua kalimat yang sangat popular di Tunis, dalam beberapa pekan terakhir. Dua kalimat yang diperdebatkan sengit, antara kaum sekuler di satu sisi, dengan kaum islamis di sisi lain. Kaum sekuler setuju, kaum Islamis menolak.

Tahjir at Takfir, adalah pemidanaan pelaku takfir. Artinya, menuduh orang lain kafir adalah perbuatan melanggar hukum. Sederhananya, orang yang melakukan tuduhan kafir, dapat dilaporkan ke polisi dan kemudian ditangkap. (Hai Pembaca, kabarnya di Indonesia banyak yah, orang yang hobi nuduh-nuduh orang lain kafir?! hehe..)

Sedangkan hurriyat al mu’taqad wad dhamir, maksudnya adalah negara menjamin kebebasan setiap individu untuk memilih agama atau keyakinan masing-masing. Artinya, negara menjamin kebebasan seseorang untuk gonta-ganti agama – seperti halnya gonta-ganti hp - tanpa khawatir dikenai hukuman riddah sebagaimana diatur dalam ajaran Islam.

Tahjir at Tafkir dan Hurriyat al Mu’taqad wad Dhamir telah tertera resmi dalam UUD Tunisia yang baru. Pekan lalu, parlemen Tunisia telah mengesahkannya, setelah melalui perdebatan sengit, panjang dan melelahkan. 

***
Dua kalimat pemicu konflik itu tertera dalam pasal enam UUD Tunisia sebagai berikut:

"الدولة راعية للدين، كافلة لحرية المعتقد والضمير وممارسة الشعائر الدينية، وحامية للمقدسات وضامنة لحياد المساجد ودور العبادة عن التوظيف الحزبي، ويحجر التكفير والتحريض على العنف".
“Negara mengayomi agama, menjamin kebebasan memilih agama dan menjalankan ibadah, melindungi tempat-tempat suci keagamaan, menjamin netralitas masjid dari kepentingan politik, melarang takfir dan provokasi kekerasan”.

Kalangan Islamis di parlemen yang dimotori Partai Nahdha, sejak awal menolak pasal itu. Tetapi mereka kalah suara oleh kelompok yang setuju.

Penolakan juga terjadi di luar gedung parlemen. Selasa 21 Januari 2014 kemaren, sebanyak 33 ulama dan imam masjid berkumpul di halaman kantor parlemen. Mereka mengeluarkan fatwa haram hukumnya menyetujui amandemen pasal enam di atas. Sekelompok ulama lainnya menemui Presiden di istana, menyampaikan aspirasi serupa.

Kalangan Islamis menilai, pasal itu akan semakin menjauhkan umat dari agamanya. Sebaliknya, sekulerisme akan kembali subur di Tunisia, sebagaimana pada masa lalu sebelum revolusi. Pelarangan takfir akan mendorong orang untuk menganggap enteng agama ( al istikhfaf bil ‘aqaid wal muqaddasat). Sedangkan jaminan kebebasan memilih agama, akan mendorong terjadinya kekacauan dalam keberagamaan.

Sekelompok lainnya memandang bahwa persoalan takfir bukanlah urusan MPR serta tidak perlu masuk dalam UUD. Biarkan saja takfir dirumuskan oleh lembaga otoritas keagamaan, atau diserahkan ke lembaga peradilan.   

Penolakan juga datang dari kampus Unversitas Zitouna. Melalui pernyataan resmi yang di-share ke sejumlah media, para akademisi di kampus ini merasa tidak dilibatkan atau tidak diminta pendapat oleh MPR, selama proses perumusan pasal-pasal terkait keagamaan.

***
Mengapa parlemen Tunisia memidanakan takfir? Tentu banyak penyebabnya. Terlepas dari dugaan adanya misi sekulerisasi dalam UUD ini, dalam dua hingga tiga tahun terakhir ini, takfir memang telah menjadi ‘trend’ di Tunis. Artinya, belakangan ini muncul sekelompok umat Islam yang - hobi -  menuduh-nuduh kafir kepada sesama Muslim lain yang tidak sekelompok dengannya. Seolah-olah kebenaran hanya ada di tangan mereka saja. Seolah-olah mereka telah memegang kunci surga sendiri. Bahkan tak jarang, “vonis” kafir yang mereka sematkan itu, diikuti juga dengan vonis “halal darahnya” alias boleh dibunuh.

(Sstt.. Saya ingin konfirmasi ke pembaca yang budiman, benarkah kelompok yang serupa dengan ini juga ada di tanah air ?!) hehe..

Masih banyak pertanyaan lain terkait polemic takfir di Tunisia ini. Misalnya, mengapa kalangan Islamis di Tunisia menolak kriminalisasi takfir? Bagaimana masa depan pasal enam ini? Akankah terus eksis, ataukah akan diamandemen lagi? Jika tetap eksis, efektifkah dalam meredam adanya vonis-vonis kafir dari “para pemegang kunci surga” itu?

Pertanyaan-pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Salah jawaban, bisa-bisa dituding kafir juga, hehe..Na’udzu billah. Salam Manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, senja 23 Januari 2014 

Thursday, January 16, 2014

Mogok Politik

NEGERI AHLI MOGOK 

Salah satu senjata andalan kaum oposisi di Tunis guna memprotes pemerintah adalah aksi mogok massal (idhrab ‘am). Euphoria kebebasan pasca revolusi 2011, semua profesi bisa mogok. Dari hakim, dokter, guru, sopir angkutan umum hingga tukang sampah. Rakyat jelata yang sering kena getahnya.

Rabu 15 Januari 2014 ini adalah hari keempat mogok kerja para petugas sampah di kota Tunis. Imbasnya sudah bisa ditebak : sampah menumpuk di mana-mana. Tadi siang aku menyusuri Jalan Bab Menara hingga Sidi Basyir, hampir tiap 100 meter ada gundukan sampah. 

Aku baca di koran, sebanyak 3000 orang petugas sampah di kota Tunis, melakukan mogok kerja karena menuntut kenaikan upah. Jalur perundingan telah mereka tempuh, sejak bulan Oktober 2013 lalu. Tapi nampaknya masih ada masalah. Entah pihak Pemerintah Kota Tunis belum merespon tuntutan mereka atau ada alasan lain, aku kurang faham

Yang jelas, selama 2-3 hari ini aku menyaksikan kota Tunis begitu kotor. Di mana-mana sampah menumpuk. Padahal sebelumnya tidak begitu. Apalagi yang kusaksikan selama tahun 2005-2007 lalu, Tunis adalah kota yang bersih, rapih dan serba tertata. 

Kran kebebasan sebagai imbas revolusi 2011 memang benar-benar terbuka. Kebebasan dinikmati oleh rakyat pada semua sector kehidupan, termasuk para petugas kebersihan. Di alam sekarang, mereka bebas berekspresi menuntut hak-haknya, meski harus dengan melakukan mogok kerja.

Ada Mogok Profesi
Aksi mogok petugas sampah hanyalah satu di antara serangkaian mogok massal yang terjadi di Tunis. Setelah revolusi 2011, aksi mogok adalah hal lumrah di negeri berpenduduk 11 juta jiwa ini.

Hampir tiap bulan, bahkan tiap minggu, ada saja kelompok profesi yang melakukan mogok kerja. Seingatku, puluhan aksi mogok terjadi dalam setahun terakhir, dilakukan oleh berbagai kelompok profeesi. 

Kamis 9 Januari 2014 pekan lalu, para dokter dan apoteker yang mogok. Tak ada petugas medis yang bekerja. Pasien di rumah sakit pun terlantar. Kabarnya, mereka menuntut aturan baru tentang jam kerja para petugas medis.

Sejak hari ini (15 Januari 2014) hingga 2 minggu ke depan, giliran para hakim yang mogok. Siang tadi mereka demo di depan gedung Majlis Ta’sisi (MPR-nya Tunis), meminta penetapan pasal tentang independensi hakim dalam Undang-undang Negara yang baru. Kebayang imbas para hakim mogok kerja : sekian ratus atau sekian ribu perkara di pengadilan akan tertunda penyelesaiannya.

Di tingkat daerah, trend mogok kerja juga hal biasa. Selasa 7 Januari 2014 lalu, pemerintah Provinsi Gaserin melakukan mogok massal, meliputi seluruh perangkat pemerintahan, dari gubernur hingga kepala desa. Kabarnya, mereka menuntut perhatian pemerintah pusat akan nasib pembangunan pedesaan.

Para mahasiswa juga tak mau ketinggalan. Mereka sering mogok, tak terkecuali mahasiswa di kampus tempat aku kuliah. Para mahasiswa Fakultas Peradaban Islam melakukan mogok pada awal Desember 2013 lalu. Tiga hari berturut-turut mereka puasa kuliah, hehe.. Mereka menuntut perbaikan beberapa layanan kemahasiswaan. Bagi mahasiswa yang pemalas dan biasa bolos, mogok kuliah adalah ‘legitimasi’ untuk semakin malas, hehe.. (Ada yang merasa tersindir?! Hehe..)

Banyak kelompok profesi lain yang juga kena ‘virus’ mogok. Sopir angkutan umum pernah mogok, sekitar 4-5 bulan lalu. Hari itu, tak ada kendaaraan umum yang beroperasi. Para calon penumpang terlantar.  Dosen dan guru beberapa kali juga mogok mengajar. Yang senang tentunya para mahasiwa dan murid, hehe...(Yang setuju angkat tangan, hehe..)

Ada Mogok Massal
Mogok tak hanya dilakukan per profesi. Mogok pernah juga dilakukan secara massal, alias bersifat nasional.

Tahun lalu, atau tepatnya Jumat 08 Februari 2013 misalnya. Serikat buruh nasional Tunisia al Ittihad al ‘Am at Tunisi lis Syugl  menyerukan mogok nasional sebagai bentuk protes terhadap pemerintah, menyusul tewasnya Syukri Bel’eid, seorang tokoh oposisi yang ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya.

Hari Jumat itu, aku saksikan betapa kota Tunis sangat lengang. Jalan raya 9 April dekat rumahku yang biasa padat, nampak sepi. Hanya sesekali kendaraan yang lewat. Toko-toko juga tak ada yang buka. Untunglah persediaan kebutuhan rumah sudah cukup.

Pokoknya, hari itu Tunis seperti kota mati. Semua kegiatan terhenti.  Tak hanya perkantoran biasa, bandara internasional Tunis pun mogok !  Tak ada penerbangan, baik keberangkatan atau kedatangan.

Aku berfikir, ini organisasi serikat buruh gagah amat. Bisa menggerakkan seluruh elemen masyarakat senegeri. Sekjen organisasi ini, Husein al Abbasi, bahkan sibuk terlibat dalam perundingan-perundingan politik, sebagaimana layaknya pimpinan partai besar saja. Abbasi kerap ditunjuk jadi mediator dialog antara Nahdhah dengan kaum oposisi. Seorang teman orang Tunis bercerita, pengaruh serikat buruh ini memang melebihi partai politik. Bisa kitu nya?!

Rupanya, semua pekerja di Tunis, baik PNS maupun pegawai swasta, masuk dalam anggota serikat buruh ini. Yang aku herankan, kok pegawai negeri pun bisa tunduk pada serikat buruh ini? Bukankah seharusnya mereka lebih loyal ke kementeriannya? Kok mereka malah jadi ‘ahli mogok’ begitu?

Aku pun bertanya pada buku. Mengapa serikat buruh ini memiliki power yang begitu besar. Ternyata oh ternyata, organisasi ini berjasa besar dalam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Tunisia. Sejak didirikannya pada tahun 1946, al Ittihad al ‘Am at Tunisi lis Syugl ini giat melakukan perjuangan diplomatic dengan penjajah Perancis, guna mengusahakan kemerdekaan. Hingga akhirnya Tunisia merdeka tahun 1956.

Pimpinan serikat buruh kala itu bernama Farhat Hasyad. Nama yang sangat dikenal di Tunis hingga hari ini. Fotonya banyak terpasang, dengan peci merah dan kumis baplang-nya yang khas itu.

Ada Juga Mogok Gagal
Tidak semua aksi mogok ini berjalan sukses. Tercatat beberapa kali mogok yang ‘gagal’, alias tidak ditaati. Sekitar bulan Juni atau Juli 2013, pernah ada seruan mogok nasional. Pihak penyerunya ya serikat buruh tadi. Iklan atau kampanye ajakan mogok telah disebar, sejak H-3, baik di media cetak maupun elektronik. Begitu H-1, sejumlah ulama terkemuka berkumpul, lalu mengeluarkan semacam komunike para ulama peduli nasib bangsa. Di antara isinya, menyerukan umat Islam untuk tidak mengindahkan seruan aksi mogok, karena lebih besar madharatnya ketimbang manfaatnya.

Himbauan mereka tidak sia-sia. Saat hari mogok tiba, aktifitas warga tetap berjalan seperti biasa, meski tidak optimal seratus persen. Artinya, aksi mogok tetap dilakukan tetapi ‘pesertanya’ sedikit.

Ada satu lagi seruan mogok yang gagal, malah lucu. Yakni seruan mogok bagi para imam dan khatib, pada hari raya Idul Adha 1434 H, pertengahan Oktober 2013 lalu. Seperti diketahui, bahwa imam masjid di Tunisia ini adalah ditunjuk dan ditugaskan resmi oleh pemerintah. Tidak bisa sembarang orang nyelonong jadi imam shalat.

Waktu itu, seruan mogok disampaikan oleh an Naqabah al Wathaniyah lil Itharat ad Diniyah. Akan tetapi seruan itu tidak digubris oleh para imam masjid. Almukarromun para asatidz itu lebih mendengar panggilan Tuhannya, ketimbang panggilan tuannya.

Andai saja mereka mengikuti seruan mogok itu. Isi catatan Surat dari Tunis (28) ini bisa jadi bukan seperti ini. Wallahu A’lam. Salam Manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, senja 15 Januari 2014  

Tuesday, January 14, 2014

Tunis Maulid 2014

TUNIS, MAULIDKUM MABROUK

Aku dan puteriku, usai acara Maulid di Masjid Zitouna Tunis, Senin (13/02/2014)

Cuaca tadi pagi itu sekitar 12 derajat Celcius. Aku masih asyik menyeruput kopi hangat, ketika terdengar suara orang mengetuk pintu. Tok-tok-tok. Siapa ya pagi-pagi begini sudah ketok-ketok pintu, gumamku seraya bergegas menuju ruang depan.

“Sobahal Khoir”, ternyata Sherine dan Wassem, sepasang adik-kakak yang masih usia SD, anak tetangga rumah sebelah. Mereka berdua tersenyum manis. Wassem sang kakak, menyerahkan mangkok kecil makanan ditutup alumunium foilLangsung kuterima. Sekilas kubuka kertas foilnya. Wow, Assida, bubur manis khas Tunis yang hanya dibuat pada hari Maulid Nabi.

“Syukron ya Wassem”,  jawabku sambil tersenyum. Kutengok ke arah pintu rumah mereka, Madam Lamia, berdiri di pintu. Juga tersenyum sambil dangdak-dengdek. Apa ya bahasa Indonesianya dangdak-dengdek?

“Barakallahu Fik ya Madam. Maulidkum Mabrouk..!” teriakku. Terima kasih Bu, selamat hari raya Maulid yang penuh berkah !
“Ya’isyak, ya’isyak…” jawab ibu dari kedua anak itu. Ya’isyak adalah jawaban orang Tunis atas ucapan terima kasih atau penghargaan.   

***  
Assida dan Maulid, laksana dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan bagi masyarakat Muslim di Tunis. Bubur manis yang dibuat dari tepung, zagugu, minyak zaitun, madu, gula, krim susu dan kacang-kacangan itu senantiasa hadir sebagai tanda peringatan Maulid Nabi. Di mana ada Maulid, di situ ada Assida.

Aku lihat di berita TV kemaren, masyarakat di kota Kairouan – 156 km selatan ibukota - membuat assida berukuran besar. Sebanyak 40 orang ibu rumah tangga dikerahkan memproduksi bubur manis ini. Kabarnya, Assida special itu akan disajikan pada acara peringatan Maulid di Masjid Uqbah ben Nafi, masjid bersejarah di kota itu yang dibangun tahun 116 Hijrah.

Sepertinya orang Tunis itu tidak bisa bermaulid tanpa assida. Aku ingat berita tahun lalu, ketika Timnas Sepakbola Tunis sedang bertandang di Afrika Selatan. Jadwal tanding mereka kebetulan tepat pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Sempat-sempatnya mereka yang tengah berada di ujung bawah Afrika itu menikmati assida, beberapa saat sebelum turun ke lapangan hijau. Itu sengaja bikin di sana, atau dikirim dari Tunis? Pertanyaan yang tidak perlu dijawab.  

***
Tadi siang, jam 11.00 aku baru berangkat ke Masjid Zitouna. Kaira dan Mamanya kuajak. Sengaja, agar nanti Kaira kupertemukan dengan para kyai dan minta doa dari mereka. Aku ingat tahun lalu, banyak anak kecil yang dibawa orangtuanya hadir di acara Maulid.

Tak seperti biasanya, kawasan Old Tunis yang kulewati nampak sepi. Sebagian besar toko dan kafe tutup.

Maulid adalah libur nasional yang sangat dihormati di Tunis. Mungkin melebihi penghormatan mereka terhadap hari-hari libur lainnya.  Warga Tunis biasa melangsungkan pertunangan, akad nikah, atau khitan anak  pada hari Maulid. Meski pestanya nanti digelar pada musim panas. Pemerintah Tunisia juga memberikan remisi kepada para tahanan/narapidana hanya dua kali dalam setahun. Yakni pada peringatan HUT kemerdekaan 20 Maret, dan pada Maulid Nabi ini. Subhanallah.

***
Sengaja aku datang ke Masjid agak siang. Guna menghindari keramaian dan suasana sesak. Prediksi sejumlah media beberapa hari sebelumnya, bahwa pada hari Senin ini, Masjid Zitouna akan dipadati umat melebihi biasa. Mereka akan berdatangan untuk menghadiri Maulid, sekaligus melihat rambut Rasulullah dan gamis beliau yang katanya akan dihadirkan pada acara Maulid.

Rambut dan gamis Rasulullah itu dibawa oleh tim organisasi habaib/keturunan Rasulullah, dari Damaskus. Saat tim itu tiba di bandara Tunis, Sabtu (11/02) malam, suasana Bandara sudah ramai oleh masyarakat yang ingin melihat pusaka Rasulullah itu.

Prediksiku ternyata benar. Begitu tiba di Masjid yang dibangun tahun 732 M itu, aku lihat ribuan orang telah hadir di sana. Bukan hanya ruangan dalam masjid, pelataran depan juga penuh sesak. Kebetulan cuaca cukup bersahabat, mentari bersinar terang dan tidak terasa panas. Ya maklum, matahari musim dingin. Menghangatkan. Nikmat.

Aku mendapat info dari beberapa orang. Bahwa rambut dan gamis Rasulullah tidak jadi dihadirkan ke acara ini. Kabarnya, dilarang oleh pemerintah. Khawatir menimbulkan kegaduhan yang tidak pantas. Ya bagus juga.

Aku ingat himbauan Syekh Nizar Hammadi, seorang dewan ulama Zitouna yang dikenal sebagai pentahqiq ulung saat ini, melalui akun facebooknya.  Syekh muda yang sangat produktif menulis ini menyarankan agar rambut dan gamis Nabi tidak jadi dibawa ke Zitouna. Alasan beliau adalah Sad Dzarai. Secara bahasa, Sad Dzarai artinya menutup jalan. Dalam terminology hukum Islam, Sad Dzarai adalah melarang perkara yang sebenarnya mubah/boleh, karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya bahaya atau dosa.

Aku setuju dengan sikap sang Syekh. Buktinya semalam aku sempet nge-like statusnya itu, hehe..
***
Acara inti Maulid telah selesai. Orang-orang memadati pelataran Masjid. Beberapa kelompok berkerumun  dan mengumandangkan shalawat. Aku lihat, rekan-rekan mahasiswa Indonesia juga bergabung dikerumunan itu. Mereka juga sempat mengumandangkan beberapa lagu shalawat khas Indonesia. Sejumlah hadirin – termasuk wartawan - nampak merekamnya.

Di sudut yang lain, aku lihat wawancara TV dengan beberapa tokoh penting.

Aku bertemu Fuad, ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Tunisia. Dengan raut sumringah, ia memperlihatkan sebuah buku tipis berjudul Matan Hamziyah fi Madhi Khoiril Bariyyah, buku syair yang biasa disenandungkan pada acara Maulid. Memperoleh hadiah buku itu memang menyenangkan. Tetapi yang bikin surprised-nya adalah sang pemberi hadiah itu adalah mantan Dubes Tunisia di Indonesia ! “Secara kebetulan saya duduk berdampingan dengan beliau”, kenang Fuad. Alhamdulillah. Itu namanya berkah Maulid ! Saat aku menulis catatan ini, kulihat status FB Fuad berisi kisah pertemuannya dengan pak mantan Dubes itu.

Kita lanjut. Di pelataran Masjid Zitouna, aku juga sempat bertemu dengan beberapa kyai.  Di antaranya syekh tarekat Syadziliyah, dan juga seorang syekh Zitouna. Selain bersalaman lalu berfoto, aku juga memperkenalkan anak dan isteriku pada mereka. Aku senang para syekh itu sempat mendoakan anakku secara khusus. Jadi anak salehah ya nak !  

Bubur manis Assida, khas Maulid di Tunis 

***
Skenario panitia, acara Maulid Nabi tadi siang, seharusnya agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Skenarionya begini. Jam 08.00 baca Quran. Jam 8.30 dzikir bersama. Jam 9.00 sambutan/taushiyah dari Imam Besar Masjid Zitouna, dilanjutkan dengan pembacaan syair Barzanji, dimulai dari kalimat “…Walamma tamma min hamlihi shallallahu alaihi wa sallam…”. Ketika bacaan sampai pada kalimat “…Fa ahlan w sahlan bil habib wa  marhaban, tim pembawa rambut dan gamis Nabi datang masuk Masjid.  Jam 9.45 dilanjutkan dengan kalimat “…Wulida shallallahu alaihi wa sallam rafian rasahu ilas sama…”. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan kasidah Matan Hamziyah dan Dalail Khairat.

Tapi rupanya, rambut dan gamis Rasul tidak jadi dihadirkan, sebagaimana kuceritakan di atas tadi.

Ala kulli hal, maulid tahun ini nampak lebih semarak, pengunjungnya lebih banyak. Mungkin karena libur panjang juga. Warga Tunisia menikmati libur 3 hari berturut-turut. Ahad, Senin Selasa. Ahad adalah libur mingguan, Senin libur maulid, dan Selasa adalah peringatan 3 tahun revolusi Tunis, 14 Januari 2011-14 Januari 2014. Yakni peringatan lengsernya sang dictator Ben Ali, yang kemudian diganti dengan pemerintahan Islam.

Umat Islam di Tunisia menamai revolusi ini sebagai tsauroh mubarakah, revolusi yang membawa berkah. Berkah di semua bidang. Salah satunya adalah berkah dapat menjalankan peringatan Maulid secara bebas dan lebih semarak. Alhamdulillah.

Maulidkum Mabrouk. Allahumma Shalli wa Sallim wa Baarik ‘Alaih. Salam Manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, 13 Januari 2014