Monday, June 02, 2008

Rumah Dunia

Santri Berkunjung ke Rumah Dunia 

Sebagian santri berpose di Rumah Dunia. Aku kebagian memotret..

Usaha menumbuhkan tradisi menulis di kalangan santri tak cukup hanya dengan penerbitan buletin. Ahad 18 Mei lalu, aku membawa para santri kru bulletin ke acara peluncuran buku dan dialog penulisan kreatif bersama sastrawan Gola Gong, di pustakaloka Rumah Dunia, Serang. Tujuannya, memperkaya wawasan dan menambah semangat mereka untuk terus berkarya. 

Bonus Buku Acara siang itu sangat beragam. Ada dialog penulisan kreatif, peluncuran buku, bazaar murah, pembacaan puisi dan pertunjukan musik.

Keenam santri nampak antusias mengikuti jalannya acara. Terutama saat dialog bersama Gola Gong, sastrawan Banten yang namanya melejit lewat Balada Si Roy itu.

Dalam acara tanya jawab, Gola Gong memberikan door prize buku bagi para penanya dengan pertanyaan berbobot. Tentu saja ratusan audiens berlomba mengajukan pertanyaan.
Nisa, santri kelas II Aliyah, dapat dua buku. Pertanyaannya yang dinilai berbobot adalah, “Bagaimana agar tulisan kita tak bosan dibaca orang?” Sebuah pertanyaan yang memang tidak mudah menjawabnya.

Foto Bareng
Selepas dzuhur, acara berakhir. Sebagian besar penonton pun bubar. Kulihat, Gola Gong duduk santai di tepi panggung, sambil menerima permintaan tanda tangan dan wawancara. Virman Fenayaksa, Presiden RD, nampak asyik memainkan gitar di sebelahnya. Lagu-lagu kritik sosial yang syairnya menggelitik pun ia lantunkan.

Kesempatan santai itu tak kusia-siakan. Kubawa santri satu per satu untuk bertemu Gola Gong. Aku memperkenalkan mereka kepada ayah empat anak itu, lalu kupersilahkan bertanya sepuasnya, atau sekedar meminta tanda tangan. Sementara, aku mengabadikan momen itu dengan jepretan kamera yang kupegang.

Anak-anak nampak senang, meski harus rela antri dulu, berdiri di antara deretan para peminta tandatangan lain.

Mantan Ambasador Ini adalah kunjungan keduaku ke Rumah Dunia. Kunjungan pertama adalah pada sebuah senja, sekitar dua bulan lalu. Kala itu aku berbincang hangat bersama Gola Gong dan Teh Tyas, isterinya, di beranda rumahnya. Ditemani teh hangat dan derai tawa lucu putera-puteri mereka.

Gola Gong berbicara soal dunia menulis dan dinamika perbukuan di Tanah Banten. Aku banyak bertanya tentang strategi menumbuhkan tradisi menulis dan minat baca dalam komunitas santri.

Untuk pertama kalinya, aku ketemu sastrawan muda ini di Kairo, tahun 2004 lalu. di sela-sela acara pelatihan menulis yang digelar oleh sebuah organisasi mahasiswa Mesir. Kemudian, selama rentang 2005-2007, aku ditunjuk Gola Gong untuk menjadi Ambasador RD di Tunisia. Bukan Ambasador dalam arti Duta Besar Diplomatik, melainkan duta kebudayaan, tugasnya menulis info-info seputar minat baca, dunia buku dan persoalan kebudayaan di negeri tempat aku menyelesaikan studi S2 itu.

Kini, Rumah Dunia memiliki ambasador di berbagai negara. Seperti Mesir, Emirat, Malaysia, Australia, Amerika dan beberapa negara Eropa. Tulisan-tulisan para ambasador dapat dinikmati di website http://www.rumahdunia.net/

Kelas Menulis 
Sebagai follow up dari kunjungan Ahad itu, aku berencana mengadakan kelas menulis bagi santri di pesantrenku. Meski selama ini beberapa pelatihan ringan telah kuberikan pada santri, tetapi aku ingin program ini dikemas lebih sistematis dengan kurikulum yang rapi.

Kegiatan penerbitan buletin dan diskusi-diskusi ringan yang selama ini kugagas, terbukti memacu minat baca dan daya menulis santri. Awal Mei lalu, para pengurus OSIS pondok, menyampaikan maksud penerbitan buletin sendiri. Alhamdulillah, aku terharu, sekaligus merasa senang. Ternyata, mereka tertarik dengan buletin Gema Imani yang kugagas sejak Januari lalu. Dari sisi lain, ini membuktikan bahwa secara perlahan, anak-anak santri itu telah tertular oleh virus menulis.

Ketika hal itu kuinfokan kepada Gola Gong, ia memberikan apresiasi positif. “Kalo perlu, aku datang ke pesantrenmu, memberikan materi penulisan kreatif. Tapi aku harus sehat dulu”, demikian pesan singkat Gola Gong kepadaku. Belakangan ini, Gola Gong memang dikhabarkan menjalani perawatan medis secara intensif.

Kini aku tengah menyiapkan program kelas menulis itu, plus pengaturan jadwal pertemuannya. Agar semuanya tertata rapi, kapan santri belajar di kelas, mengaji Alquran, bermain sepakbola dan beristirahat. Jangan sampai tumpang tindih, atau ada jadwal lain yang tergeser. Pengajian Alquran, kitab kuning dan kegiatan lain yang sudah mapan, harus tetap utama. Karena kami belajar di pesantren.

Darul Iman Pandeglang, 20 Mei 2008