Saturday, August 24, 2013

Tunis Partai Islam

Setelah Ikhwan Lengser,
Harapan Tinggal ke Tunis

Meski beritanya ‘tenggelam’ kalah oleh pemberitaan kisruh politik Mesir, gerakan kaum oposisi sekuler di Tunis terus berlanjut. Target mereka adalah melengserkan pemerintahan sah yang dipimpin Partai Nahdlah dan membubarkan parlemen hasil Pemilu demokratis tahun 2011.

Gerakan pemberontakan semacam tamarud di Mesir, digalang secara massif oleh kaum oposisi. Sejak awal Ramadhan hingga hari ini, mereka mengepung kantor parlemen di kawasan Bardo, pinggiran kota Tunis. Tujuh puluh satu - dari 220 - anggota parlemen yang mundur, membentuk posko khusus.

Beberapa kali kaum oposisi juga berkoordinasi dengan serikat buruh dan melakukan aksi mogok nasional. Sekelompok mereka malah mengancam hendak “memesirkan Tunis”.

Tapi hingga hari ini, partai Nahdlah tetap eksis di pemerintahan. Aksi pengerahan massa tandingan yang digelar oleh Nahdlah di berbagai daerah, justru selalu lebih ramai. Tapi ya itu, yang diekspos media asing ke luar negeri hanya demo-demo oposisi sekuler saja. Yaah, media memang sulit lepas dari kepentingan.

***
Mengapa partai Islam masih bertahan di Tunis? Banyak penyebabnya. Selain factor masyarakat Tunis yang relative tidak mudah diprovokasi untuk mau ribut-ribut, ada dua sebab lain yang saya cermati. Yakni  sikap kooperatif Nahdlah dan netralitas militer.

Selama ini, Partai Nahdlah berhasil menampilkan sosok yang tidak kaku di tengah karakter Muslim Tunis yang modern dan pernah “terbaratkan” secara sistematis selama lebih setengah abad. Dalam percaturan politik, Nahdhah juga nampak  tidak suka ngotot-ngotot atau merasa “di atas angin”.

Para petinggi partai yang sehaluan dengan Ikhwanul Muslimin ini tidak ragu untuk memenuhi ajakan dialog dari kaum oposisi. Yang terbaru ini, Kamis (22/8) kemaren, Syekh Rasyid Gannusyi, pemimpin tertinggi sekaligus pemimpin spiritual gerakan ini, bertemu pimpinan Serikat Buruh yang paling berpengaruh di Tunis, yang mendapat mandate dari kaum oposisi. Usai berdialog, Syekh Gannusyi tidak segan mengatakan bahwa partainya siap memenuhi sejumlah tuntutan kaum oposisi, semata-mata untuk kemashlatan bangsa. Ia juga mendukung rencana dialog nasional dalam waktu dekat ini. Dan testimony dari sejumlah elit politik pun mengalir. (Tapi kalo kaum oposisi mah tetap saja su’udzan, dan menganggap itu sebagai munawarah, alias manuver).

Tentang netralitas militer. Hingga hari ini, militer Tunis adalah idola rakyatnya. Ia dieluk-elukan rakyat karena ‘prestasi’nya menumpas kelompok teroris garis keras dan bersenjata yang bersembunyi di bebukitan dekat perbatasan Al Jazair, selama beberapa minggu terakhir.

Acungan jempol rakyat juga tertuju ke militer, karena ketika revolusi berkecamuk tahun 2011, sang panglima dikabarkan menolak mentah-mentah perintah Presiden Ben Ali untuk menembaki para pengunjuk rasa yang anti pemerintah. Merasa tidak dianggap lagi, Ben Ali pun mundur lalu kabur terbirit-birit ke luar negeri. Ia merasa sudah tidak lagi didukung militer, padahal ia sendiri seorang jenderal purnawirawan.

Dalam beberapa obrolan ringan, warga Tunis sering menyebut-nyebut hal ini. Mereka sangat bangga dengan tentaranya.

Dan saat ini, ketika kaum oposisi gencar-gencarnya menentang pemerintah, militer tetap konsisten dengan netralitasnya. Ia tidak mau diprovokasi oleh oposisi untuk berpartisipasi ‘menumbangkan’ penguasa. Bahkan ketika menanggapi tragedy Rab’ah di Mesir, panglima militer Tunis mengatakan bahwa “Tunis berbeda dengan Mesir, dan saya bukanlah as Sisi (panglima militer Mesir)”.

***
Akankah masa transisi di Tunis berjalan mulus hingga Pemilu yang rencananya digelar akhir 2013 ini?

Sebagai Negara yang masih dalam transisi dari revolusi menuju demokrasi, situasi politik di Tunis memang belum stabil. Suhu politik naik turun. Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Tetapi, jika melihat perkembangan sementara ini, sepertinya pemerintahan Islam akan mampu mengemban amanah hingga Pemilu nanti.

Satu lagi. Sebagai negara pelopor revolusi Arab yang kemudian memunculkan kekuatan politik Islam dan masih bertahan hingga hari ini, Tunis menjadi satu-satunya ‘harapan’. Terutama setelah Ikhwan di Mesir lengser. Jika saja Nahdlah mulus mengawal masa transisi ini dan kemudian nanti menang lagi di Pemilu berikut, maka  Tunis akan menambah daftar negara mayoritas Muslim yang dipimpin oleh partai Islam. Selain yang sudah eksis selama ini : Turki. Kita lihat ya nanti bareng-bareng. Wallahu A’lam

Tunis al Khadra, 23 Agustus 2013 

No comments:

Post a Comment