Friday, March 07, 2008

Dunia Baru

Dunia Baru di Negeri Baru


Aku di hari pernikahan, 18 Nopember 2007

Hingga hari ini, genap lima bulan aku berada di tanah air. Terhitung sejak kepulanganku dari Tunisia, 7 Oktober 2007 lalu.

Masa lima bulan ini, adalah saat-saat terpenting dalam hidupku. Kala aku mengakhiri petualangan panjangku di negeri orang, setelah selama enam tahun berturut-turut tinggal di Mesir dan Tunisia, tanpa pernah pulang ke tanah air sekali pun. Sebuah perjalanan panjang yang amat melelahkan.

Maka, kepulanganku ke tanah air, disambut dengan suka cita oleh keluarga tercinta. Ayah, ibu dan adikku, menyambut kedatanganku di bandara. Mereka datang bersusah payah dari Sagaranten, sebuah desa berjarak 60 km selatan kota Sukabumi.

Aku pulang pada penghujung Ramadhan. Maka, lebaran Iedul Fitri 1428 H pun kunikmati di kampung halaman, bersama keluarga. Tak terlukiskan, bagaimana kebahagiaanku saat itu.

* * *
Enam minggu kemudian – tepatnya tanggal 18 Nopember 2007 - aku melangsungkan pernikahan di kampung Kadupandak, Pandeglang, Banten. Saat aku menyatakan janji setia untuk hidup bersama Nurbaitillah Aminudin, isteriku yang kucintai.

Benar kata orang, menikah adalah ‘hidup baru’. Itu kubuktikan sendiri. Pernikahan ini telah mengubah jalan hidupku berikutnya.

Pasca pernikahan, aku mulai menjalani kehidupan yang benar-benar baru. Aku tinggal dalam lingkungan pesantren. Ya, pesantren milik keluarga isteri. Namanya Pesantren Terpadu Darul Iman, yang mengelola Madrasah Diniyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Majelis Taklim. Didirikan tahun 1991 oleh mertuaku, KH Aminudin Ibrahim LML. Beliau adalahpendiri sekaligus pengasuh pesantren, hingga hari ini.

Sebagai menantu, aku langsung diajak mertua untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan belajar mengajar. Seperti mengajar beberapa pelajaran agama di Madrasah Aliyah, kitab kuning, serta ekstra kulikuler. Aku juga turut membantu mertua dalam mendampingi dan membina para guru yang berjumlah 25 orang.

Sekali lagi, ini benar-benar hidup baru bagiku. Aku, yang selama sepuluh tahun terakhir, hidup di dunia kampus - berstatus mahasiswa- dengan segala kebebasan dan warna-warninya, tiba-tiba kini harus duduk manis memakai sarung dan peci. Lalu ratusan santri berbaju koko, bergiliran menciumi tanganku. Subhanallah. Aku tak menyangka bakal menjalani fase kehidupan yang begitu indah ini.
** *
Saat ini, aku benar-benar sedang terlarut dalam ‘hidup baru’ ini.
Suasana baru ini pula, ternyata menjadi sumber inspirasi yang juga baru bagiku. Ide-ide segar untuk bahan tulisan, mengalir di benakku, laksana derasnya air.

Pergulatanku dengan dunia pesantren yang kujalani sejak kemaren, hari ini - dan insya Allah juga esok - semoga menjadi sungai inpirasi yang takkan pernah kering. Kisah-kisah menarik seputar kehidupan santri, pesantren dan Islam secara umum, akan kututurkan di blog ini. Selain beberapa potret kehidupan pedesaan di Tanah Banten. Sekedar berbagi informasi, sharing ide dengan pembaca. Seperti halnya yang kulakukan saat aku di tanah rantau dulu.

Aku meyakini, lewat tulisan, dunia akan tahu apa yang sedang aku pikirkan.

Darul Iman Pandeglang, 20 Februari 2008




1 comment:

  1. ALfu-a;fu Mabruk Kange Kang Haji Al-Ustadz Dede, nu parantos nyampurnaken sabagean agamana,Barakallohu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khairin amin.Mugia Dunia Baru Hidup Baru anda makin penuh warna selamat dan sukses bagimu.
    Salam Hangat
    Mang Humum Yg masih di Mesir

    ReplyDelete