Tuesday, January 14, 2014

Tunis Maulid 2014

TUNIS, MAULIDKUM MABROUK

Aku dan puteriku, usai acara Maulid di Masjid Zitouna Tunis, Senin (13/02/2014)

Cuaca tadi pagi itu sekitar 12 derajat Celcius. Aku masih asyik menyeruput kopi hangat, ketika terdengar suara orang mengetuk pintu. Tok-tok-tok. Siapa ya pagi-pagi begini sudah ketok-ketok pintu, gumamku seraya bergegas menuju ruang depan.

“Sobahal Khoir”, ternyata Sherine dan Wassem, sepasang adik-kakak yang masih usia SD, anak tetangga rumah sebelah. Mereka berdua tersenyum manis. Wassem sang kakak, menyerahkan mangkok kecil makanan ditutup alumunium foilLangsung kuterima. Sekilas kubuka kertas foilnya. Wow, Assida, bubur manis khas Tunis yang hanya dibuat pada hari Maulid Nabi.

“Syukron ya Wassem”,  jawabku sambil tersenyum. Kutengok ke arah pintu rumah mereka, Madam Lamia, berdiri di pintu. Juga tersenyum sambil dangdak-dengdek. Apa ya bahasa Indonesianya dangdak-dengdek?

“Barakallahu Fik ya Madam. Maulidkum Mabrouk..!” teriakku. Terima kasih Bu, selamat hari raya Maulid yang penuh berkah !
“Ya’isyak, ya’isyak…” jawab ibu dari kedua anak itu. Ya’isyak adalah jawaban orang Tunis atas ucapan terima kasih atau penghargaan.   

***  
Assida dan Maulid, laksana dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan bagi masyarakat Muslim di Tunis. Bubur manis yang dibuat dari tepung, zagugu, minyak zaitun, madu, gula, krim susu dan kacang-kacangan itu senantiasa hadir sebagai tanda peringatan Maulid Nabi. Di mana ada Maulid, di situ ada Assida.

Aku lihat di berita TV kemaren, masyarakat di kota Kairouan – 156 km selatan ibukota - membuat assida berukuran besar. Sebanyak 40 orang ibu rumah tangga dikerahkan memproduksi bubur manis ini. Kabarnya, Assida special itu akan disajikan pada acara peringatan Maulid di Masjid Uqbah ben Nafi, masjid bersejarah di kota itu yang dibangun tahun 116 Hijrah.

Sepertinya orang Tunis itu tidak bisa bermaulid tanpa assida. Aku ingat berita tahun lalu, ketika Timnas Sepakbola Tunis sedang bertandang di Afrika Selatan. Jadwal tanding mereka kebetulan tepat pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Sempat-sempatnya mereka yang tengah berada di ujung bawah Afrika itu menikmati assida, beberapa saat sebelum turun ke lapangan hijau. Itu sengaja bikin di sana, atau dikirim dari Tunis? Pertanyaan yang tidak perlu dijawab.  

***
Tadi siang, jam 11.00 aku baru berangkat ke Masjid Zitouna. Kaira dan Mamanya kuajak. Sengaja, agar nanti Kaira kupertemukan dengan para kyai dan minta doa dari mereka. Aku ingat tahun lalu, banyak anak kecil yang dibawa orangtuanya hadir di acara Maulid.

Tak seperti biasanya, kawasan Old Tunis yang kulewati nampak sepi. Sebagian besar toko dan kafe tutup.

Maulid adalah libur nasional yang sangat dihormati di Tunis. Mungkin melebihi penghormatan mereka terhadap hari-hari libur lainnya.  Warga Tunis biasa melangsungkan pertunangan, akad nikah, atau khitan anak  pada hari Maulid. Meski pestanya nanti digelar pada musim panas. Pemerintah Tunisia juga memberikan remisi kepada para tahanan/narapidana hanya dua kali dalam setahun. Yakni pada peringatan HUT kemerdekaan 20 Maret, dan pada Maulid Nabi ini. Subhanallah.

***
Sengaja aku datang ke Masjid agak siang. Guna menghindari keramaian dan suasana sesak. Prediksi sejumlah media beberapa hari sebelumnya, bahwa pada hari Senin ini, Masjid Zitouna akan dipadati umat melebihi biasa. Mereka akan berdatangan untuk menghadiri Maulid, sekaligus melihat rambut Rasulullah dan gamis beliau yang katanya akan dihadirkan pada acara Maulid.

Rambut dan gamis Rasulullah itu dibawa oleh tim organisasi habaib/keturunan Rasulullah, dari Damaskus. Saat tim itu tiba di bandara Tunis, Sabtu (11/02) malam, suasana Bandara sudah ramai oleh masyarakat yang ingin melihat pusaka Rasulullah itu.

Prediksiku ternyata benar. Begitu tiba di Masjid yang dibangun tahun 732 M itu, aku lihat ribuan orang telah hadir di sana. Bukan hanya ruangan dalam masjid, pelataran depan juga penuh sesak. Kebetulan cuaca cukup bersahabat, mentari bersinar terang dan tidak terasa panas. Ya maklum, matahari musim dingin. Menghangatkan. Nikmat.

Aku mendapat info dari beberapa orang. Bahwa rambut dan gamis Rasulullah tidak jadi dihadirkan ke acara ini. Kabarnya, dilarang oleh pemerintah. Khawatir menimbulkan kegaduhan yang tidak pantas. Ya bagus juga.

Aku ingat himbauan Syekh Nizar Hammadi, seorang dewan ulama Zitouna yang dikenal sebagai pentahqiq ulung saat ini, melalui akun facebooknya.  Syekh muda yang sangat produktif menulis ini menyarankan agar rambut dan gamis Nabi tidak jadi dibawa ke Zitouna. Alasan beliau adalah Sad Dzarai. Secara bahasa, Sad Dzarai artinya menutup jalan. Dalam terminology hukum Islam, Sad Dzarai adalah melarang perkara yang sebenarnya mubah/boleh, karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya bahaya atau dosa.

Aku setuju dengan sikap sang Syekh. Buktinya semalam aku sempet nge-like statusnya itu, hehe..
***
Acara inti Maulid telah selesai. Orang-orang memadati pelataran Masjid. Beberapa kelompok berkerumun  dan mengumandangkan shalawat. Aku lihat, rekan-rekan mahasiswa Indonesia juga bergabung dikerumunan itu. Mereka juga sempat mengumandangkan beberapa lagu shalawat khas Indonesia. Sejumlah hadirin – termasuk wartawan - nampak merekamnya.

Di sudut yang lain, aku lihat wawancara TV dengan beberapa tokoh penting.

Aku bertemu Fuad, ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Tunisia. Dengan raut sumringah, ia memperlihatkan sebuah buku tipis berjudul Matan Hamziyah fi Madhi Khoiril Bariyyah, buku syair yang biasa disenandungkan pada acara Maulid. Memperoleh hadiah buku itu memang menyenangkan. Tetapi yang bikin surprised-nya adalah sang pemberi hadiah itu adalah mantan Dubes Tunisia di Indonesia ! “Secara kebetulan saya duduk berdampingan dengan beliau”, kenang Fuad. Alhamdulillah. Itu namanya berkah Maulid ! Saat aku menulis catatan ini, kulihat status FB Fuad berisi kisah pertemuannya dengan pak mantan Dubes itu.

Kita lanjut. Di pelataran Masjid Zitouna, aku juga sempat bertemu dengan beberapa kyai.  Di antaranya syekh tarekat Syadziliyah, dan juga seorang syekh Zitouna. Selain bersalaman lalu berfoto, aku juga memperkenalkan anak dan isteriku pada mereka. Aku senang para syekh itu sempat mendoakan anakku secara khusus. Jadi anak salehah ya nak !  

Bubur manis Assida, khas Maulid di Tunis 

***
Skenario panitia, acara Maulid Nabi tadi siang, seharusnya agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Skenarionya begini. Jam 08.00 baca Quran. Jam 8.30 dzikir bersama. Jam 9.00 sambutan/taushiyah dari Imam Besar Masjid Zitouna, dilanjutkan dengan pembacaan syair Barzanji, dimulai dari kalimat “…Walamma tamma min hamlihi shallallahu alaihi wa sallam…”. Ketika bacaan sampai pada kalimat “…Fa ahlan w sahlan bil habib wa  marhaban, tim pembawa rambut dan gamis Nabi datang masuk Masjid.  Jam 9.45 dilanjutkan dengan kalimat “…Wulida shallallahu alaihi wa sallam rafian rasahu ilas sama…”. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan kasidah Matan Hamziyah dan Dalail Khairat.

Tapi rupanya, rambut dan gamis Rasul tidak jadi dihadirkan, sebagaimana kuceritakan di atas tadi.

Ala kulli hal, maulid tahun ini nampak lebih semarak, pengunjungnya lebih banyak. Mungkin karena libur panjang juga. Warga Tunisia menikmati libur 3 hari berturut-turut. Ahad, Senin Selasa. Ahad adalah libur mingguan, Senin libur maulid, dan Selasa adalah peringatan 3 tahun revolusi Tunis, 14 Januari 2011-14 Januari 2014. Yakni peringatan lengsernya sang dictator Ben Ali, yang kemudian diganti dengan pemerintahan Islam.

Umat Islam di Tunisia menamai revolusi ini sebagai tsauroh mubarakah, revolusi yang membawa berkah. Berkah di semua bidang. Salah satunya adalah berkah dapat menjalankan peringatan Maulid secara bebas dan lebih semarak. Alhamdulillah.

Maulidkum Mabrouk. Allahumma Shalli wa Sallim wa Baarik ‘Alaih. Salam Manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, 13 Januari 2014


No comments:

Post a Comment