TUNIS, MAULIDKUM MABROUK
Aku dan puteriku, usai acara Maulid di Masjid Zitouna Tunis, Senin (13/02/2014)
Cuaca tadi pagi itu sekitar 12 derajat Celcius. Aku masih asyik menyeruput kopi hangat,
ketika terdengar
suara orang mengetuk pintu.
Tok-tok-tok. Siapa ya pagi-pagi begini sudah
ketok-ketok pintu, gumamku seraya bergegas menuju ruang depan.
“Sobahal Khoir”, ternyata Sherine dan Wassem, sepasang adik-kakak yang masih usia SD,
anak tetangga rumah sebelah. Mereka berdua tersenyum manis. Wassem sang kakak, menyerahkan mangkok kecil makanan ditutup alumunium foil. Langsung kuterima. Sekilas kubuka kertas foilnya. Wow,
Assida, bubur manis khas Tunis yang hanya dibuat pada hari
Maulid Nabi.
“Syukron ya Wassem”, jawabku sambil tersenyum. Kutengok ke arah pintu rumah mereka, Madam Lamia, berdiri di pintu. Juga tersenyum sambil
dangdak-dengdek. Apa ya bahasa Indonesianya dangdak-dengdek?
“Barakallahu Fik ya Madam.
Maulidkum Mabrouk..!” teriakku. Terima kasih Bu, selamat hari raya Maulid yang penuh
berkah !
“Ya’isyak, ya’isyak…” jawab
ibu dari kedua anak itu. Ya’isyak adalah jawaban orang Tunis atas ucapan terima
kasih atau penghargaan.
***
Assida dan Maulid, laksana
dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan bagi masyarakat Muslim di Tunis. Bubur manis yang dibuat dari tepung, zagugu, minyak zaitun, madu, gula,
krim susu
dan kacang-kacangan itu senantiasa hadir sebagai tanda
peringatan Maulid Nabi. Di mana ada Maulid, di situ ada Assida.
Aku lihat di berita TV kemaren, masyarakat di kota Kairouan – 156 km selatan ibukota - membuat
assida berukuran besar. Sebanyak 40 orang ibu rumah tangga dikerahkan
memproduksi bubur manis ini. Kabarnya, Assida special
itu akan disajikan pada acara peringatan Maulid di Masjid Uqbah ben Nafi,
masjid bersejarah di kota itu yang dibangun tahun 116 Hijrah.
Sepertinya orang Tunis itu
tidak bisa bermaulid tanpa assida. Aku ingat berita tahun lalu, ketika Timnas Sepakbola
Tunis sedang bertandang di Afrika Selatan. Jadwal tanding mereka kebetulan
tepat pada
tanggal 12 Rabiul Awwal. Sempat-sempatnya mereka yang tengah berada di ujung bawah Afrika itu menikmati assida, beberapa saat sebelum turun
ke lapangan hijau. Itu sengaja bikin di sana, atau dikirim dari Tunis? Pertanyaan
yang tidak perlu dijawab.
***
Tadi siang, jam
11.00 aku baru
berangkat ke Masjid Zitouna. Kaira dan Mamanya kuajak. Sengaja, agar nanti Kaira kupertemukan dengan para kyai
dan minta doa dari mereka. Aku ingat tahun lalu, banyak anak kecil yang
dibawa orangtuanya hadir di acara Maulid.
Tak seperti biasanya, kawasan Old Tunis yang
kulewati nampak sepi. Sebagian besar toko dan kafe tutup.
Maulid adalah libur
nasional
yang sangat dihormati di Tunis. Mungkin melebihi penghormatan mereka terhadap hari-hari libur lainnya. Warga Tunis biasa melangsungkan pertunangan, akad
nikah, atau khitan anak pada hari Maulid.
Meski pestanya nanti digelar pada musim panas. Pemerintah
Tunisia juga
memberikan remisi kepada para tahanan/narapidana hanya dua kali dalam setahun. Yakni pada peringatan HUT kemerdekaan 20 Maret, dan pada Maulid Nabi ini. Subhanallah.
***
Sengaja aku datang
ke
Masjid agak siang. Guna menghindari keramaian dan suasana sesak. Prediksi sejumlah media beberapa hari sebelumnya, bahwa pada hari Senin
ini, Masjid Zitouna akan dipadati umat melebihi biasa. Mereka akan berdatangan
untuk menghadiri Maulid, sekaligus melihat rambut Rasulullah dan gamis beliau
yang katanya akan dihadirkan pada acara Maulid.
Rambut dan gamis
Rasulullah itu dibawa oleh tim organisasi habaib/keturunan Rasulullah, dari Damaskus. Saat tim itu tiba di
bandara Tunis, Sabtu (11/02) malam, suasana Bandara sudah ramai oleh masyarakat yang ingin melihat pusaka Rasulullah itu.
Prediksiku ternyata benar.
Begitu tiba di Masjid yang dibangun tahun 732 M itu, aku lihat ribuan orang
telah hadir di sana. Bukan hanya ruangan dalam masjid, pelataran depan juga
penuh
sesak. Kebetulan cuaca cukup bersahabat,
mentari bersinar terang dan tidak terasa panas. Ya maklum, matahari musim dingin. Menghangatkan. Nikmat.
Aku mendapat info dari beberapa orang. Bahwa rambut dan gamis Rasulullah tidak jadi dihadirkan ke acara ini. Kabarnya,
dilarang oleh pemerintah. Khawatir menimbulkan kegaduhan yang tidak pantas. Ya bagus
juga.
Aku ingat himbauan Syekh
Nizar Hammadi, seorang dewan ulama Zitouna yang dikenal sebagai pentahqiq ulung
saat ini, melalui akun facebooknya. Syekh muda yang
sangat produktif menulis ini menyarankan agar rambut
dan gamis Nabi tidak jadi dibawa ke Zitouna. Alasan beliau adalah Sad Dzarai. Secara bahasa, Sad Dzarai artinya menutup jalan. Dalam terminology
hukum Islam, Sad Dzarai adalah melarang perkara yang sebenarnya mubah/boleh,
karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya bahaya atau dosa.
Aku setuju dengan sikap
sang Syekh. Buktinya semalam aku sempet nge-like statusnya
itu, hehe..
***
Acara inti Maulid telah
selesai. Orang-orang memadati pelataran Masjid. Beberapa kelompok berkerumun dan mengumandangkan shalawat. Aku
lihat, rekan-rekan mahasiswa Indonesia juga bergabung dikerumunan itu. Mereka juga sempat mengumandangkan beberapa lagu shalawat khas Indonesia. Sejumlah hadirin
– termasuk wartawan - nampak merekamnya.
Di sudut yang lain, aku
lihat wawancara TV dengan beberapa tokoh penting.
Aku bertemu Fuad, ketua Persatuan Pelajar Indonesia
(PPI) Tunisia. Dengan raut sumringah, ia memperlihatkan sebuah buku tipis berjudul
Matan Hamziyah fi Madhi Khoiril Bariyyah, buku syair yang biasa disenandungkan
pada acara Maulid. Memperoleh hadiah buku itu memang menyenangkan. Tetapi yang
bikin surprised-nya adalah sang pemberi hadiah itu adalah mantan Dubes Tunisia
di Indonesia ! “Secara kebetulan saya duduk berdampingan dengan beliau”, kenang
Fuad. Alhamdulillah. Itu namanya berkah Maulid ! Saat aku menulis catatan ini,
kulihat status FB Fuad berisi kisah pertemuannya dengan pak mantan Dubes itu.
Kita lanjut. Di pelataran Masjid Zitouna, aku juga sempat bertemu dengan beberapa kyai. Di antaranya syekh tarekat
Syadziliyah, dan juga seorang syekh Zitouna. Selain bersalaman lalu berfoto,
aku juga memperkenalkan anak dan isteriku pada mereka. Aku senang para syekh
itu sempat mendoakan anakku secara khusus. Jadi anak salehah ya
nak !
Bubur manis Assida, khas Maulid di Tunis
***
Skenario panitia, acara Maulid
Nabi tadi siang, seharusnya agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Skenarionya begini. Jam 08.00 baca Quran. Jam 8.30 dzikir bersama. Jam 9.00 sambutan/taushiyah dari Imam Besar Masjid Zitouna, dilanjutkan dengan pembacaan syair Barzanji,
dimulai dari kalimat “…Walamma tamma min hamlihi shallallahu alaihi wa
sallam…”. Ketika bacaan sampai pada kalimat “…Fa ahlan w sahlan bil habib wa
marhaban”, tim pembawa rambut dan gamis Nabi datang masuk Masjid. Jam 9.45 dilanjutkan dengan kalimat “…Wulida shallallahu alaihi wa sallam rafi’an ra’sahu ilas sama…”. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan
kasidah Matan Hamziyah dan Dalail Khairat.
Tapi rupanya, rambut dan gamis Rasul tidak jadi
dihadirkan, sebagaimana kuceritakan di atas tadi.
Ala kulli hal, maulid tahun ini nampak lebih semarak, pengunjungnya lebih banyak. Mungkin
karena libur panjang juga. Warga Tunisia menikmati libur 3 hari
berturut-turut. Ahad, Senin Selasa. Ahad adalah libur
mingguan, Senin libur maulid, dan Selasa adalah peringatan 3 tahun revolusi
Tunis, 14 Januari 2011-14 Januari 2014. Yakni peringatan lengsernya
sang dictator Ben Ali, yang kemudian diganti dengan
pemerintahan Islam.
Umat Islam di Tunisia menamai revolusi ini sebagai tsauroh mubarakah, revolusi yang
membawa berkah. Berkah di semua bidang. Salah satunya adalah berkah dapat menjalankan peringatan Maulid secara bebas dan lebih semarak. Alhamdulillah.
Maulidkum Mabrouk. Allahumma
Shalli wa Sallim wa Baarik ‘Alaih. Salam Manis dari Tunis.
Tunis al Khadra, 13
Januari 2014
No comments:
Post a Comment