Menimbang Jumat Tiga Gelombang
Karena ada kesibukan sejak pagi hingga siang, terpaksa kemaren aku shalat
Jumat gelombang ketiga di Masjid al Halq yang berlokasi di Suq Ashr, Old
Tunis.
Dikatakan gelombang ketiga, karena khatib naik mimbar sekitar 40 menit
sebelum adzan Ashar. Khatib berkhutbah kira-kira 30 menit, kemudian shalat
Jumat. Setelah rehat sejenak, dilanjut dengan adzan dan shalat Ashar
berjama’ah.
Juga dikatakan ‘terpaksa’, karena aku biasanya shalat Jumat awal waktu.
Shalat pada gelombang ketiga hanya kulakukan saat ada urusan yang tidak bisa
ditunda.
***
Untunglah di Tunis ini ada beberapa pilihan waktu shalat Jumat : awal waktu
(dimulai sekitar jam 12.30), pertengahan (dimulai pukul 14.00), dan akhir (dimulai
jam 15an atau menjelang Ashar).
Pembagian jadwal ini ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, pemerintah yang
menunjuk masjid A Jumat pertama, masjid B Jumat kedua, masjid C Jumat ketiga,
dan seterusnya. Pertimbangan utamanya adalah lokasi masjid. Masjid di kawasan
keramaian atau pasar, umumnya Jumat kedua atau ketiga. Seperti di masjid al
Halq tadi yang berlokasi di dekat pasar tradisional. Masjid Agung Zitouna,
menggelar Jumat pada gelombang kedua. Masjid dekat kawasan perkantoran, umumnya
Jumat pertama, mengingat jam istirahat kantor biasanya pukul 12.30-14.00. Di
kawasan pedesaan, mayoritas masjid juga menggelar Jumat pada gelombang pertama.
Dengan pembagian seperti ini, maka sebuah urusan yang sangat penting (yang
seandainya ditunda akan lebih repot) atau acara-acara resmi, tidak mesti “harus
dihentikan” pada jam 12.30, melainkan dapat tetap dituntaskan hingga jam 14.00
atau 15.00, tanpa kekhawatiran “tidak kebagian Jumat”.
Kebijakan pemerintah ini memberikan banyak kemudahan bagi umat. Setiap orang
dapat memilih waktu Jumat sesuai dengan aktifitasnya. Hal ini jelas sejalan
dengan prinsip raf’ul harj (menghilangkan kesulitan), yang merupakan salah
satu karakter sekaligus maqasid (tujuan) syariat Islam. Dalilnya sangat banyak,
baik dalam Al Quran maupun Hadits.
Mungkin pembaca bertanya-tanya, bolehkah shalat Jumat pada akhir waktu? Dalam
fikih Maliki yang dianut Muslim Tunisia, waktu shalat Jumat adalah sama dengan
waktu shalat dzuhur. Artinya, dimulai sejak tengah hari, berakhir saat datang
waktu Ashar. Dalam kitab al Mudawwanah
al Kubra – kitab fikih induk kaum Malikiyah, berisi pendapat-pendapat Imam
Malik yang ditulis oleh murid-muridnya – disebutkan bahwa Sahnun bertanya
kepada Abdurrahman, apa pendapatmu jika imam beserta makmumnya belum shalat
Jumat hingga datang waktu Ashar? Abdurrahman menjawab, tunaikan saja shalat Jumat
meskipun matahari sudah terbenam.
Keluasan waktu ini dimanfaatkan oleh pemerintah Tunisia untuk menerapkan
sebuah kebijakan sesuai dengan kebutuhan atau kemaslahatan masyarakat luas. Waktu pelaksanaan Jumat dibuat
fleksibel, supaya aktfitas warga tetap berjalan baik. Warga yang memilih
waktu-waktu itu, sesuai dengan kemaslahatan dirinya. Bukankah setiap kebijakan
pemerintah itu harus didasarkan atas kemaslahatan (manutatun bil mashlahah)?
***
Di sisi lain, pembagian gelombang Jumat ini menyisakan beberapa persoalan.
Di antaranya : pertama, seseorang tidak akan ketauan jika ia memang tidak
shalat Jumat. Ketika diajak Jumat jam 13.00 siang, ia bisa saja menjawab, nanti
mau ikut gelombang kedua. Maka tak heran jika saat shalat Jumat pertama berlangsung,
kafe tetap penuh, pasar tetap rame, jalan raya tetap macet. Apakah mereka tidak
shalat Jumat? Belum tentu. Khan nanti ada jumat kedua dan ketiga.
Dengan demikian, jika ada program razia pria Muslim yang tidak Jumatan - sebagaimana
diterapkan di beberapa daerah di tanah air- tentu tidak akan berjalan efektif,
karena setiap orang bisa berkilah.
Kedua, mungkin soal syiar. Jika Jumat digelar satu waktu alias serentak,
terlihat berduyun-duyunnya jemaah menuju Masjid. Silaturahmi pun terbangun
lebih optimal, karena hampir semua orang ada di Masjid pada saat yang
bersamaan. Sisi ini tidak akan terjadi pada Jumat 3 gelombang seperti di Tunis.
Ketiga, tentang makna ayat, “fas’au ila dzikrillah wa dzarul bai’. Jika
adzan Jumat telah berkumandang, maka akad jual beli atau transaksi bisnis
lainnya hukumnya haram. Demikian pendapat Jumhur ulama, sebagaimana dipaparkan
al Qurthubi dalam tafsir ahkamnya. Jika shalat Jumatnya tiga gelombang, apakah hukum
ayat ini juga tetap berlaku? Perlu didiskusikan lebih lanjut oleh para ahli
ilmu. Salam Manis dari Tunis.
Tunis al Khadra, 28 Maret 2015
No comments:
Post a Comment