Skandal Kemukus di Media Arab
Majalah Rouz el Yusuf edisi 29 Nop 2014, halaman 36
Pemberitaan
media-media Arab tentang Indonesia, sejauh yang pernah kusaksikan, lebih sering
berita buruknya. Jarang sekali ada berita yang baik-baik. Kalo bukan tentang
bencana alam, biasanya tentang kriminalitas, konflik minoritas, kasus korupsi
pejabat, penderitaan kaum marginal, atau tentang skandal seks.
Seperti laporan
yang dimuat majalah terbitan Kairo, Rouz el Yusuf (disingkat RY), edisi minggu
ini, nomor 4511 tanggal 29 Nopember 2014. Pada halaman 35-39, RY menulis
laporan khusus berjudul "Jabal al Jins fi Indonesia". Gunung
Seks di Indonesia. Sebuah berita yang menghebohkan public di tanah air beberapa
waktu lalu. Laporannya di RY kubaca tadi pagi. Guna mendukung kekuatan berita,
RY memasang empat buah foto, semuanya menampilkan gambar wanita-wanita
Indonesia berbaju minim.
Kendati berada di
Tunis, aku biasa menikmati majalah RY di kios-kios koran di Tunis. Selama
tinggal di Kairo (2002-2005), aku memang berlangganan majalah mingguan terbesar
di Mesir ini. Seorang rekan di Mesir dulu mengatakan, RY adalah majalah
Tempo-nya Mesir.
***
Tema tentang
skandal seks di bukit Kemukus hanyalah ‘pintu masuk’ bagi majalah RY untuk menyampaikan
pesan utamanya, yakni tentang betapa praktik perzinaan / prostitusi berlangsung
marak di negeri berpenduduk Muslim terbesar ini.
Di halaman 36, RY
menulis, “Meskipun Indonesia adalah negeri berpenduduk Muslim terbesar di
dunia, tetapi Indonesia termasuk negara yang paling banyak praktik
prostitusinya”. Di bidang keagamaan, lanjut RY pada halaman yang sama, umat
Islam Indonesia memiliki sejumlah ritual tradisional yang aneh dan
kontroversial (at thuqus al mutsiroh li al jidal). Karena itu, kata RY,
Indonesia adalah salah satu negara di muka bumi ini yang paling banyak keanehannya.
(Wahidatun min ad dual al aktsar ghurabatan fi al ‘alam)
Pada halaman 37,
RY bercerita tentang lokalisasi Gang Dolly di Surabaya. “Meski Indonesia adalah
negara Muslim, tetapi praktik transaksi seksual (tijarat al jins) masih
tersebar luas. Salah satunya adalah kawasan Dolly di Surabaya, yang merupakan
lokalisasi terbesar di Asia Tenggara”. Kemudian, “Di kawasan Dolly saat ini,
ada sekitar 2500 wanita PSK, yang umumnya berasal dari berbagai daerah
pinggiran”. Upaya pembubaran lokalisasi Dolly yang dilakukan pemerintah, kata
RY, mendapat tentangan keras dari berbagai kalangan.
Setiap tahunnya,
masih kata RY, ada 80 ribu hingga 100 ribu wanita dan anak di bawah umur yang
menjadi korban perdagangan manusia, untuk dijadikan budak seks (al istiglal
al jinsi).
Keanehan lain,
kata RY di halaman 38, partai-partai berhaluan Islam di negeri bependuduk
mayoritas Muslim ini, kalah dari partai nasionalis-sekuler. Lebih aneh lagi, masih
kata RY, para tokoh partai Islam itu malah terlibat kasus suap dan korupsi,
juga perkawinan dengan anak di bawah umur (‘alaqat jinsiyah ma’a fatayat
qashirat). Padahal partai-partai itu suka mengusung jargon sebagai penjaga
akhlak (haris al akhlak) di negeri berpenduduk mayoritas Muslim ini.
Sedangkan yang
terkait keanehan Jabal al Jins itu sendiri, RY menceritakan ritual seks
yang dilakukan oleh para peziarah di Gunung Kemukus, Jawa Tengah, persis sebagaimana
diberitakan oleh media-media di tanah air belum lama ini. (Apa yang dipaparkan
RY di halaman 38-39 tentang ritual di Kemukus, rasanya tidak perlu kutulis
ulang di sini. Pembaca mungkin umumnya sudah mengetahuinya J). Di ujung tulisan, RY mengatakan, “Anda takkan
menjumpai ritual seperti ini di bagian dunia Islam manapun” Wa lan tajida
ayya tuqusin mitsla hadza fi ayyi juz’in mi al ‘alam al Islami.
***
Membaca pemberitaan
RY tentang Kemukus, bikin ngeri-ngeri sedap juga. Maksudku, praktik ritual seks
di bukit Kemukus memang merupakan kenyataan. (Dan sekarang pemerintah setempat
berusaha menutupnya. Alhamdulillah). Beritanya dimuat di media Arab, itu juga tidak
bisa kita cegah, karena keinginan untuk mengetahui sesuatu, adalah hak dasar
setiap individu yang harus kita hormati.
Akan tetapi, model
pemberitaan yang dilakukan oleh mingguan sekaliber RY, menurutku patut
disayangkan. Jika ditilik dari cara RY bertutur, kelihatan sekali bahwa beritanya
itu adalah hasil copas atau terjemahan dari media-media lain. Artinya, RY tidak
punya peliput langsung dari Indonesia.
Kemudian, beberapa
klaim atau kesimpulan yang diambil RY, tidak didasarkan pada data yang memadai.
Melainkan disandarkan pada data-data umum yang belum tentu pas untuk dikaitkan.
Qiyas ma’al Fariq, alias jauh panggang dari api. Aku ingat salah satu
pelajaran jurnalistik yang kudapat saat menjadi koresponden di sebuah media
nasional dulu, bahwa “Jika Anda data Anda bolong, berhentilah menulis, karena
Anda akan berbohong”. Andai saja RY mau
melengkapi tulisannya dengan kutipan-kutipan hasil wawancara..
Berita-berita yang
tidak menyenangkan seperti ini – terlebih ditulis secara tidak professional oleh
medianya - akan semakin menjauhkan image positif orang lain tentang Indonesia. Para
WNI di perantauan perlu menyiapkan jawaban yang positif jika sekali-kali nanti
ada pertanyaan dari orang asing tentang skandal Kemukus, atau tentang
keindonesiaan secara umum. Kita semua adalah duta bangsa, bukan?! Salam Manis
dari Tunis.
Tunis al
Khadra, 04 Desember 2014
Tulisannnya banyak ya ustadz. Mantab. Blog saya (http://jauhariumar.web.id/) masih sepi.
ReplyDelete