Tuesday, October 02, 2007

Tolak Puasa

Penguasa Menolak Puasa


Ngabuburit di depan Mesjid Agung al Marsa, tepian kota Tunis

Di bulan suci Ramadhan ini, tiba-tiba saya teringat kampanye anti puasa yang pernah dilakukan oleh Habib Borguiba, presiden Tunisia yang berideologi sekuler, pada awal dekade 1960-an. Alasan utama sang presiden, puasa melemahkan ethos kerja orang Islam. Sebuah kampanye yang mengagetkan publik dan memicu reaksi keras dari dunia Islam saat itu. Sang presiden dicaci maki, dikutuk, hingga sebagian ulama menjatuhkan vonis murtad, bahkan kafir kepadanya.

Apa dan bagaimana sebenarnya isi kampanye sang presiden? Apa konteks yang melatarbelakanginya? Benarkah kampanye menolak puasa itu merupakan salah satu bentuk sekulerisasi di Tunisia? Lalu, berhasilkah kampanye sang presiden?!

Kampanye Struktural
Borguiba duduk di kursi kepresidenan selama rentang 1957 hingga 1987. Dan kampanye anti puasa ini gencar ia lakukan pada tahun 1960, melalui pidato-pidato resmi kenegaraan. Diantaranya adalah pidato tanggal 18 Februari, tanggal 17 Maret dan tanggal 3 September 1960.

Yang ironis, pidato pada tanggal yang disebutkan terakhir adalah saat momen peringatan Maulid Nabi Muhammad saw di Kairouan, sebuah kota sejarah Islam terpenting di Tunisia, bahkan di kawasan al Maghrib al Arabi. Kota yang memiliki mesjid-mesjid tua, zawiyah para wali dan makam beberapa sahabat Nabi saw. Kini, Kairouan adalah kota pusat kegiatan keagamaan Tunisia.

Sedangkan pidato tanggal 18 Februari dilakukan depan parlemen dan disiarkan Televisi. Hari itu, hari pertama Ramadhan. Dalam pidatonya, Borguiba mengajak umat Islam untuk tidak berpuasa. Dan yang mengagetkan orang, di sela-sela pidatonya, ia minum segelas jus. Sebuah ajakan yang tak hanya isapan jempol belaka, melainkan ajakan yang dibarengi contoh konkret.

Lebih dari itu, Borguiba menggunakan jalur struktural dan birokrasi untuk merealisasikan gagasannya itu. Ia mengeluarkan perintah agar para pejabat negara mengikuti ajakannya. Tak terkecuali kepada Menteri Pendidikan, yang saat itu langsung membuat edaran ke lembaga-lembaga pendidikan. Dalam buku Borguiba wal Masalah ad Diniyyah, Amel Moussa - seorang wartawati dan kolumnis wanita kawakan saat ini di Tunis – menuturkan pengakuan Fathia el Mazali, seorang kepala sekolah di era Borguiba seperti ini. "Pada bulan Ramadhan tahun 1961, saya menerima edaran dari Kementrian Pendidikan tentang dibolehkannya pengadaan makan siang di sekolah pada hari-hari Ramadhan. Alasannya adalah bahwa dalam hal ini, Ramadhan harus dianggap sama dengan bulan-bulan yang lain. Siang itu, saya melihat anak-anak di sekolah kebingungan dan bahkan menangis. Saya pun segera menelpon kementrian, untuk meminta peninjauan ulang atas edaran itu. Begitu juga yang dilakukan oleh para kepala sekolah di Tunis lainnya. Hingga setelah beberapa hari, edaran itu dicabut".

Fatwa Murtad
 Reaksi umat spontan mengemuka, baik dari dalam Tunisia sendiri, atau dari negara-negara Arab sekitar. Mufti Saudi Arabia kala itu, Syekh al Baz, mengeluarkan surat kecaman, sekaligus cap murtad kepada Borguiba. Dari dalam negeri, kecaman tak kalah keras. Baik dari kalangan ulama atau masyarakat umum. Hanya ada sebagian kecil ulama dan masyarakat yang mendukung ajakan sang presiden.

Untuk menanggapi protes-protes itu, Borguiba meminta bantuan para menteri dan ulama Tunisia. Tetapi sebagian mereka menolak, atau setidaknya memilih diam. Diantara pejabat yang nampak memberi dukungan kepada Borguiba adalah Menteri Pendidikan. Selain membuat edaran tadi, sang menteri juga membuatkan balasan atas surat kecaman dan vonis murtad yang dilayangkan oleh Mufti Saudi.

Pada bulan April 1960, Mufti Tunisia, Syekh Abdul Aziz Ju’aith, memilih mundur dari jabatannya, daripada ditekan terus agar mengeluarkan fatwa dukungan atas sikap sang presiden. Rupanya, mufti negara pun tidak setuju dengan sikap Borguiba. Kemudian, jabatan mufti negara pun tak ada yang mengisi alias kosong selama dua tahun. Baru pada tahun 1962, Syekh Fadhil ibn Asyur diangkat sebagai mufti berikutnya.

Untuk Ethos Kerja
Fenomena melemahnya ethos kerja umat Islam di bulan Ramadhan, nampaknya menjadi alasan utama Borguiba dalam berkampanye menolak puasa ini. Sementara, pada dekade 1960-an itu, Tunisia baru saja memasuki era pembangunan mengisi kemerdekaan. (Tunisia lepas penjajahan Perancis pada tahun 1956, lalu menyatakan diri sebagai negara republik pada tahun 1957).

Borguiba ingin agar muslim Tunisia memiliki semangat kerja yang tinggi untuk membangun negeri, mengejar ketertinggalan, meraih kemajuan, sebagaimana kemajuan yang diraih oleh bangsa-bangsa Eropa. Borguiba yang lulusan Fakultas Hukum di Paris, memang nampak silau dan amat mengagumi kemajuan peradaban Barat kala itu. Maka, dalam rangka mewujudkan ethos kerja itu, segala hambatan harus disingkirkan jauh-jauh. Nah, rupanya dalam konteks inilah puasa dinilai sebagai penghalang stabilitas ethos kerja dan prestasi.

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Borguiba juga merujuk kepada sebuah peristiwa kala Rasulullah saw beserta para sahabat memasuki kota Mekah di bulan Ramadhan. Sesaat sebelum masuk Mekah, Rasul berkata kepada para sahabat, "berbukalah kalian, agar kita masuk kota Mekah dalam keadaan segar dan mampu meraih kemenangan". Lalu, Rasul pun minum.

Menurut Borguiba, Rasulullah menganjurkan berbuka sebagai jalan menuju kemenangan dalam penaklukan kota Mekah. Maka, dalam konteks kekinian, tidak berpuasa demi mewujudkan fisik yang selalu siap bekerja untuk kemajuan dan kemakmuran negeri, merupakan hal yang dibolehkan. Dan sikap seorang presiden yang mengajak rakyatnya tidak berpuasa demi peningkatan ethos kerja, sama halnya dengan ajakan berbuka Rasulullah agar para sahabat tetap segar dan kuat kala menghadapi peperangan. Demikian beberapa pemikiran Borguiba, sebagaimana dikutip Amel Moussa.

Kampanye Tak Laku
Borguiba dikenal sebagai arsitek Tunisia modern. Ia ingin agar negeri yang berpenduduk 99 persen muslim ini mampu meraih kemajuan dan kemakmuran dalam bingkai modernitas dan sekuler. Untuk itu, ia memiliki beberapa gagasan, seperti larangan poligami, larangan jilbab dan identitas kegamaan lain di ruang publik, sekulerisasi dunia pendidikan, menggeser posisi bahasa Arab diganti dengan bahasa Perancis dalam hampir semua sektor kehidupan dan juga menolak puasa Ramadhan.

Sebagian besar dari program-program itu berhasil, dan imbasnya sangat nampak dalam kehidupan harian di Tunisia saat ini. Muslimah Tunisia banyak yang melepas jilbab, sekolah agama seolah kurang menarik, syiar dan identitas keagamaan tak begitu bebas bergerak di ruang publik.

Akan tetapi, khusus untuk program menolak puasa ini, nampaknya tak digubris oleh masyarakat muslim Tunisia. Sebaliknya, muslim Tunisia menentang ajakan sang presiden. Muslim Tunisia tak mau ‘dipaksa’ untuk tidak berpuasa Ramadhan, meski diancam dengan omong-omong, iming-iming dan bahkan amang-amang.

Ramadhan di Tunisia saat ini, selalu disambut dengan suka cita. Ucapan Ramadhankum Mabrouk terdengar di semua kesempatan. Acara-acara TV dan radio sarat dengan paket khusus Ramadhan. Mesjid-mesjid ramai dengan jemaah tarawih. Siang hari, semua warung makanan dan kafe tak ada yang buka. Orang dewasa yang ketahuan berbuka secara sengaja di depan umum bisa dikenai sanksi.

Ajakan sang presiden untuk meninggalkan puasa Ramadhan, ternyata tak laku. Tunisia, Ramadhankum Mabrouk. Salam Manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, 22 September 2007

1 comment:

  1. pemikiran yg tercetus akibat religous skepticism oleh pemimpin tunisia ini tidak wajar disalahkan pd beliau semata2.salahnya habib menjatuhkan silap pada bulan puasa,tidak pd manusia.

    religous skepticism ni terbentuk hasil pengalaman dan apa yg dipelajari oleh mata dan telinga beliau sendiri mungkin.

    seringkali kita terdengar malah melihat,bila tibanya ramadhan,kita pulang dari kerja lebih awal,tidak spt selalu, tugas2 dan keputusan mesyuarat sering mohon dilaksanakan selepas syawal,malah ramai yg dtg lewat ke tmpt kerja kerana alasan terpaksa bgn bersahur awal pagi,dan tidak mudah utk bgn dari tidur bila perut kenyang.

    sikap dan sifat ini sebahagian dari realiti yg berlaku ke atas segelintir umat Islam di dunia,lantas amat malang lagi kerana ini yg terjadi di hadapan mata habib bourgiba.

    jesteru,ayuh tampil menidakkan pandangan beliau,dan semoga ramadhan ini menjadikan kita lebih produktif,efisien,bersemangat dan terus melaksanakan kualiti kerja yg baik,lebih baik dari bulan2 sebelum ini! :)

    ReplyDelete