Friday, March 01, 2013

Tunis Madrasah Tua (1)


Madrasah-madrasah Tua Kota Tunis ; Riwayatmu Kini (1)

Aku duduk di bawah pohon kurma, di Madrasah Nakhlah, Old Tunis

Madrasah-madrasah itu pernah berjaya pada masanya. Tempat belajar favorit anak-anak para pembesar dan penguasa Tunisia pada abad 17 dan 18 Masehi.

Tapi kini, kejayaan itu tinggal kenangan. Sebagian madrasah itu tergusur zaman, tak mampu bertahan di tengah derasnya hantaman modernisasi dan sekulerisasi, persaingan lembaga, konflik politik hingga kepentingan individu. Sebagian lagi, jatuh bangun mencari identitas.

Madrasah Nakhlah
Pohon kurma itu menjulang tinggi, berdiri tegak di tengah-tengah pelataran seluas kira-kira 100 meter persegi. Daunnya rindang, meneduhi pelataran itu. Sementara, dari dalam bangunan persegi empat yang mengitari pohon kurma itu, terdengar bacaan Alquran yang bersahutan.

Aku duduk di tembok tepat di bawah pohon kurma itu. Subhanallah. Suasana yang teduh nan asri, di halaman sebuah gedung tua yang telah nampak usang. Dan bacaan Alquran itu, memecah kesunyian pagi di tengah udara dingin 10 derajat..

Seorang pemuda Arab berusia belia mengenakan jubah dan peci, datang menghampiriku. Seraya bersalaman, ia menanyakan maksud kedatanganku. “Saya mahasiswa Indonesia di Tunis. Saya datang ke sini ingin melihat suasana di gedung tua ini”, tuturku. Ia pun mengangguk-angguk. Ramah. Kemudian ia memperkenalkan diri. Rupanya ia salah seorang santri di situ. Dan bangunan itu, tak lain adalah sebuah madrasah kuno yang kini menjadi semacam pondok bagi para penghafal Alquran.

Aku beranjak menuju pintu salah satu kelas – biasa disebut ruwaq. Pintunya kubuka perlahan. Nampak belasan santri sedang duduk lesehan di atas tikar. Tangan-tangan mereka memegang mushaf Alquran. Mulut mereka komat-kamit mengaji. Subhanallah. Mereka sedang mengulang hafalan. “Nanti jam 11.00 kami menyetor hafalan kepada Syekh”, tutur seorang santri 

Madrasah Nakhlah, di kawasan Medina, Old Tunis. Dinamakan nakhlah karena di tengah-tengah bangunan madrasah ini ada pohon kurma itu. Nakhlah memang berarti “pohon kurma”.

Madrasah ini didirikan pada tahun 1714 Masehi oleh Husein bin Ali, penguasa (Bay) Tunisia kala itu.  Kala itu, madrasah ini adalah sekolahan biasa. Pada awal abad ke-20, ia berubah fungsi menjadi asrama para mahasiswa Universitas Zitouna. Menurut buku yang kubaca, pada tahun 1930 terdapat 33 orang mahasiswa yang tinggal di sana.

Pada era pemerintahan Presiden Habib Borguiba (1957-1987) yang berhaluan sekuler, gedung itu ditutup, seiring dengan ditutupnya Universitas Zitouna. Sejak masa pemerintahan Presiden Ben Ali (memerintah tahun 1987-2011), madrasah Nakhlah dibuka kembali dan menjadi salah satu madrasah tahfidz di Tunis, hingga saat ini.

Dibanding beberapa madrasah lain yang berada di kawasan kota tua (Old Tunis), madrasah Nakhlah adalah yang terdekat posisinya ke Masjid Zitouna.  Hanya terpaut jarak sekitar 10 meter saja dari Masjid Zitouna, masjid kebanggaan warga Tunis yang dibangun pada tahun 732 M.

Di madrasah ini, terdapat 4 ruwaq, mushalla, kamar mandi, serta 14 kamar asrama santri. Arsitektur gedungnya bergaya Turki, dengan tiang-tiang yang kokoh pada beberapa sudutnya. Pada tahun 1979, Pemerintah Tunisia merehab bangunan ini tanpa mengubah bentuk aslinya.

Pasca revolusi tahun 2011, studi Islam di Tunisia kembali menemukan gairah baru dan kebebasan. Termasuk dalam bidang pengajian dan hafalan (tahfidz )Alquran. Madrasah Nakhlah termasuk salah satunya. Kini ia kembali bergeliat, meraih kejayaan sebagaimana pada awal-awal didirikannya, tiga ratus tahun silam. 

Selain program tahfidz, Madrasah Nakhlah juga mengadakan beberapa kegiatan pengajian keagamaan. Aku lihat daftar pelajarannya yang tertera di mading. Ada pelajaran tafsir, hadits, dan juga fiqh. Pengajarnya, adalah para masyayikh dari Masjid Agung Zitouna.

Madrasah al Basyiyah dan Sulaimaniyah
Tak jauh dari Madrasah Nakhlah, ada dua madrasah tua lainnya. Masing-masing Madrasah al Basyiyah dan Madrasah Sulaimaniyah.

Madrasah al Basyiyah dibangun pada tahun 1752 M / 1166 H, oleh Ali Pasha, sebagai lokasi pengajaran fiqh mazhab Hanafi. Pada tahun 1900-an, fungsinya berubah menjadi asrama para mahasiswa Universitas Zitouna. Sebagaimana halnya Madrasah Nakhlah, bangunan Madrasah al Basyiyah juga terdiri dari ruang-ruang kelas dan 13 kamar asrama yang mengitari pelataran. Tembok-tembok bangunannya kokoh, sekokoh peradaban yang pernah dilewatinya. 

Sejak Presiden Habib Borguiba berkuasa, madrasah al Basyiyah dijadikan kantor Markaz at Takwin wa at Tadrib fi al Hiraf at Taqlidiyyah, yakni semacam pusat kerajinan tradisional Tunis.

Sayang sekali, pikirku. Madrasah tempat belajar agama, disulap menjadi lembaga pelatihan kerajinan tangan. Karena sang penguasa yang berhaluan sekuler ; menyingkirkan agama dari kehidupan. Pendidikan agama dikesankan sedemikian rupa sehingga nampak tidak penting lagi.

Saat aku datang siang itu, nampak sejumlah pelajar mondar mandir dari ruangan yang satu ke ruangan yang lain. Aku lihat, di setiap pintu ruangan, tertera tulisan yang menyebutkan jenis kerajinan yang diproduksi. Di antaranya ada peci khas Tunis (syasyiyah), aneka olahan kulit, pakaian tradisional dan perhiasan.

Hal yang sama dialami juga oleh Madrasah Sulaimaniyah, sekitar 30 meter dari Madrasah al Basyiyah. Madrasah yang dibangun pada tahun 1754 M ini, kini juga tak lagi berfungsi sebagai  madrasah. Sejak tahun 1983, ia berubah fungsi menjadi Dar al Jam’iyyat at Thibbiyah, semacam kantor organisasi para dokter yang bernaung di bawah Kementerian Kesehatan.

Dan siang itu, aku mengetuk-ngetuk pintu utama Madrasah Sulaimaniyah. Tetapi nampak terkunci. Seorang pria separuh baya dating dari arah toko sebelah, menghampiriku. Kata dia, gedung ini hanya dibuka pada saat ada acara, itu pun bersifat terbatas, tidak terbuka untuk umum.  

Aku mengangguk-angguk tanda mengerti. Ya sudah, aku ngeloyor pergi. Setelah agak jauh, aku menengok ke belakang. Gerbang Madrasah Sulaimaniyah itu masih tetap terkunci rapat. Entah kapan akan terbuka, dan entah kapan ia akan kembali menjadi ‘madrasah’. (bersambung)

Salam Manis dari Tunis

Tunis al Kahdra, Ahad 24 Februari 2013

No comments:

Post a Comment