Thursday, March 13, 2014

Tunis Liberal

Ulfa Yusuf, Wanita Liberal dari Tunis


Tunisia, negeri mungil berpenduduk 11 juta jiwa ini, tak hanya dikenal karena para ulama besarnya yang pernah muncul sepanjang sejarah dan mengharumkan dunia Islam. Tetapi juga memiliki sejumlah intelektual yang malang melintang dalam wacana pemikiran keislaman kontemporer.

Mohamed Talbi, Rashid Ghannusi, atau Abdul Majid Syarafi, adalah di antara nama besar yang saat ini tengah berkibar dan dikenal sebagai intelektual kontemporer dari Tunis. Talbi dan Ghannushi dimasukkan oleh Charles Kurzman dalam bukunya  Wacana Islam Liberal sebagai intelektual yang mengusung pemikiran-pemikiran liberal. Sedangkan nama yang disebutkan terakhir, adalah seorang intelektual terkemuka Tunis saat ini, yang dikenal sebagai salah satu “guru” bagi para modernis di dunia Arab.

Selain ketiga nama di atas, terdapat sejumlah nama lain, yang juga popular karena pemikiran-pemikirannya. Satu di antaranya dan yang sedang tenar saat ini adalah Dr Ulfa Yusuf. Dosen Fakultas Adab Universitas Manouba yang juga mantan Direktur Perpustakaan Nasional Tunis ini dikenal karena ide-idenya yang mengusung pembaharuan pemikiran keislaman. Berbekal kompetensi akademiknya di bidang linguistic, Ulfa tidak segan melakukan kritik terhadap beberapa konsep yang dianggap telah mapan oleh para ulama, terutama terkait tafsir ayat-ayat gender.

Buku-buku Ulfa
Setidaknya ada 12 buku yang telah ditulis Ulfa, di antaranya : Buhuts fi Khitab as Sid al Masrahi(1994), al Ikhbar ‘anil Mar’ah fi al Quran wa as Sunah (1997), al Musajalah baina  Fiqh al Lughat wa al Lisaniyat (1997), Ta’ddud al Ma’na fi al Quran (2003, disertasi doktornya),  Naqishat ‘Aql wa Din, Fushul fi Hadits ar Rasul (2003), Hirah Muslimah : fi al Mirats wa az Zawaj wa al Jinsiyah al Mitsliyyah (2008), Syuq : Qiraah fi Arkani al Islam (2010), dan Silsilah Wallahu A’lam (2013). Silsilah Wallahu A’lam ini merupakan serial tulisan yang terdiri dari enam buku, di antaranya berjudul fi Ta’addud Zaujat, fi Had Sariqah, al I’dam, al Hijab, Nikah Ahli Kitab dan fi al Khamr.  

Dan bulan lalu (Februari 2014), ia meluncurkan buku terbarunya : Wa Laisadz Dzakaru kal Untsa. Sampulnya sebagaimana kupasang. Buku ini telah beredar di Tunis, dibandrol dengan harga 15 Dinar. Satu Dinar Tunis setara 7 ribu rupiah.  

Dilihat dari judul-judulnya, bisa ditebak, bahwa sebagian besar tema buku-buku Ulfa tak jauh dari isu-isu perempuan dan gender. Sesuatu yang sebenarnya telah banyak dibahas oleh para feminis terdahulu, seperti Fatima Mernissi (Maroko), Nawal Sa’dawi (Mesir), juga Pak Nasarudin Umar di Jakarta. Hal baru yang menjadi ciri khas pemikiran Ulfa Yusuf barangkali pada ilmu linguistic Arab sebagai ‘pisau analisa’ yang ia gunakan dalam menyampaikan gagasan-gagasannya.

Relatifitas Tafsir
Dalam beberapa karyanya, Ulfa menegaskan bahwa tidak ada produk pemikiran yang disakralkan(la tujad muqaddasat fit tafkir) dan bahwa penafsiran itu harus terus berlangsung tiada ujung ( innal khitaba maftuhun ‘ala qiraatin la nihaiyyah). Pendapat-pendapat para mufassir terdahulu, bagaimanapun adalah hasil ijtihad dan pemahaman manusia yang bersifat nisbi alias relative. Bahasa sederhananya, ulama juga manusia.

Ulfa mengaku menghargai semua pendapat yang ada dalam kitab-kitab tafsir terdahulu. “Bahkan ketika ada penafsiran ayat : al Bahrain Yaltaqiyan adalah Ali dan Fatima, lalu ayat yakhruju minhuma al lulu wal marjan diartikan sebagai Hasan dan Husen, silahkan saja selama ada argumentasi”, kata Ulfa. Akan tetapi, Ulfa tidak setuju jika tafsir atau konsep-konsep fikih itu dibakukan sebagai sesuatu yang tidak bisa berubah lagi. Terlebih ketika dilalat ayat-ayat yang menjadi pijakan dalam fikih bersifat dzanni, tidak menunjuk pada makna yang pasti. Terhadap ayat-ayat yang dzanni itu, dimungkinkan adanya pemahaman yang baru, sesuai dengan konteks dan tuntutan zaman.

Ulfa pun mendefinisikan ulang sejumlah konsep yang menurutnya masih dzanni. Dalam bukuHirah Muslimah: Fil Mirats waz Zawaj wal Jinsiyah al Mitsliyah  misalnya, ia berbicara tentang mahar, mengkritisi hokum poligami dan berbicara panjang lebar tentang liwath (hubungan sejenis).   

Dalam buku fi Hadd Sariqah, Ulfa menegaskan bahwa ayat Was Sariqu was Sariqatu termasuk kategori dzanniyud dilalat, artinya masih menimbulkan ragam pemahaman. Buktinya, kata Ulfa, para ulama tafsir saja berbeda-beda dalam mengartikan lafad qatha’a, dan lafad yad. Juga ikhtilaf di kalangan para ulama fiqh, terkait batasan harta curian atau tentang syarat-syarat pencurian yang layak dikenai had. Belum lagi riwayat bahwa khalifah Umar yang menggugurkan had sariqah, yang juga kerap dijadikan alasan oleh sejumlah ulama lain untuk menggugurkan hukum potong tangan.  

Redefinisi Rukun Islam
Ulfa juga mengkritik fenomena kemunduran umat Islam sekarang. Beberapa contoh sederhananya : umat Islam sekarang banyak melanggar hukum, pejabatnya korup, tidak bisa menjaga kebersihan, parkir mobil sembarangan, melanggara aturan lalu lintas, tidak sabar untuk antri, dan lain-lain. Padahal mereka itu, kataUlfa, rajin shalat, membayar zakat, dan juga banyak yang sudah haji. Bahasa singkatnya, kesalehan ritual tidak berimbas pada kesalehan social.

Semua ini terjadi, lanjut Ulfa, karena umat Islam sekarang terpaku pada ritual formal pelaksanaan kelima rukun Islam, tanpa berusaha memahami pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya. Ulfa juga mengkritik para ulama klasik yang dominan fiqh-minded, ketika menjelaskan konsep-konsep rukun Islam kepada umat. Sehingga ajaran agama terasa ‘kering’.

Melalui buku Syuq : Qiraah fi Arkani al Islam, Ulfa melakukan al qiraah ar ruhaniah terhadap konsep-konsep rukun Islam. Sebagaimana dilakukan Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin-nya. Pemahaman umat akan konsep-konsep rukun Islam, kata Ulfa, harus diubah. Konsep-konsep aplikasi dari kelima rukun Islam, perlu dirumuskan ulang. Terlebih ayat-ayat Al Quran terkait konsep-konsep kelima rukun Islam ini, umumnya bersifat dzanni dan global.

Penutup
Gagasan-gagasan Ulfa Yusuf banyak menuai kritik dari sejumlah ulama dan intelektual di Tunis. Kampus tempatnya mengajar, Univ Manouba, sering menjadi sasaran demonstrasi para aktifis salafi, yang tidak setuju dengan gagasan-gagasan liberal. Terlebih dalam keseharian, Ulfa muncul sebagai wanita Muslimah tanpa jilbab, berdandan cantik dan rambut panjang terurai.

Di kalangan masyarakat bawah, Ulfa Yusuf juga tidak disukai. Tidak semua toko buku memiliki koleksi buku-buku Ulfa Yusuf. Maktabah Tunis misalnya, sebuah toko buku yang biasa menjual buku-buku keislaman kontemporer, dan buku-buku filsafat dari Maroko.

“Ada karya Ulfa Yusuf yang terbaru ga?” tanyaku ke Mr Lutfi, sang penjaga toko. Lutfi malah nyengir, “Tidak ada. Bos melarang saya menjual buku-buku Ulfa”, kata dia. "Terus, di toko mana saya bisa menemukannya?"tanyaku lagi. "Coba kamu ke TB al Kitab, dekat hotel Afrika", jawab Lutfi lagi. Aku mengangguk-angguk.

Lutfi tidak tau bahwa sebenarnya aku sedang berpura-pura. Salam Manis dari Tunis.  

Tunis al Khadra, 12 Maret 2014 


No comments:

Post a Comment