KAMPUS KAUM RASIONALIS
Kampus Fak Adab Manouba yang lengang menjelang liburan
SIANG itu, terik
mentari lumayan terasa menyengat. Suasana kampus Fakultas Adab Universitas
Manouba Tunis, nampak lengang. Hanya ada beberapa kelompok mahasiswa duduk
bergerombol di bangku-bangku di bawah pepohonan rindang.
Ujian Semester
baru saja selesai pekan lalu. Minggu ini, tak ada lagi kegiatan perkuliahan. Pantas
kampus ini nampak sepi.
Sepasang mahasiswa
– pria dan wanita – berjalan berdampingan. Sang mahasiswi tertawa cekikan,
pelan. Tangan kirinya memegang buku yang ditempelkan ke dada. Tangan kanannya
melingkar di pinggang sang pria. Sedangkan tangan kiri sang pria melingkar di bahu
sang mahasiswi. Mereka asyik berjalan ke arah gerbang kampus, tanpa
mengindahkan suasana kiri kanan. Pokoknya, dunia serasa milik berdua, orang
lain mah ngontrak, hehe… Tapi memang, orang-orang yang ada di sekitar itu
juga nampak cuek. Seolah telah biasa dengan pemandangan itu.
Pemandangan
seperti ini bukan hal asing di sini, kata Ahmad, temanku yang kuliah di sini. Pola
pergaulan antara mahasiswa-mahasiswi terbilang longgar. Sepasang kekasih
berpegangan tangan, duduk berdempetan, atau mahasiwa-mahasiswi cipika-cipiki
saat bertemu, adalah hal biasa.
Aku tidak kaget
mendengar info itu. Sudah kuduga sebelumnya. Dulu sebelum revolusi, di kampusku
juga begitu. Tunis gitu lho ! Sekarang di kampusku sudah tidak lagi pemandangan seperti itu, sudah pada tobat, hehe.
Aku terus
berjalan di jalan aspal yang membelah taman hijau yang diselingi pepohonan
rindang. Di bawah pepohonan itu, ada bangku-bangku tembok, tempat para
mahasiswa biasa duduk santai.
Ahmad menjelaskan
gedung-gedung dan fasilitas yang ada di kampusnya itu. Itu adalah ruang
perkuliahan, ini adalah perpustakaan berisi buku berbahasa Arab, di seberangnya
perpus khusus buku berbahasa Inggris, dan sebelahnya lagi perpus khusus
buku-buku berbahasa Perancis, itu adalah gedung pusat penerbitan, dan
seterusnya.
Ketika menengok
ke arah kanan, pandanganku tertumpu pada dua sejoli yang duduk berdempetan
sambil bercanda ketawa ketiwi. Tepat di depan Aula ibn Khaldun. Ah, itu lagi. Buru-buru
aku berpaling ke arah lain, ghodul
bashor ceritanya.
Gudang
Intelektual
Fakultas Adab dan
Humaniora (Kulliyat al Adab wa al ‘Ulum al Insaniyah) Universitas
Manouba, adalah salah satu kampus terkemuka di Tunis. Lokasinya sekitar 20 km
di arah barat ibukota. Ditempuh 30 menit dengan bis kota atau trem dari stasiun
pusat kota.
Kampus ini dikenal
sebagai gudang intelektual berhaluan modern, karena karya akademik para dosennya
yang cemerlang. Karya-karya mereka tak hanya dikenal di Tunis, tapi juga
menyebar ke Dunia Arab. Sejumlah guru besar bidang sastra Arab dan linguistic,
ada di sini. Karya-karya mereka, menghiasi dunia kesusasteraan Arab saat ini.
Dan dengan pendekatan ilmu-ilmu Adab (bahasa/sastra/linguistic)
pula, para akademisi di kampus ini melakukan
kajian-kajian bidang keislaman, baik berupa studi naskah, filologi, mauapun kajian tematik.
Sekedar menyebut
contoh, di kampus ini ada nama Ulfa Yusuf, guru besar wanita bidang linguistic.
Mula-mula ia mengkaji linguistic dalam Al Quran. Disertasinya berjudul Ta’addud
al Ma’na fil Quran, diterbitkan di Tunis, dan mendapat sambutan luas dari
para intelektual. Kemudian, Ulfa
menelorkan sejumlah karya ilmiah - tak kurang dari 12 buku, sebagian besar
terkait wacana gender perspektif Al Quran.
Ada lagi Amal
Grami, juga dosen wanita, yang menulis disertasi berjudul Qadhiyat ar Riddah
fi al Fikr al Islami, diterbitkan tahun 1996. Bukunya juga mendapat
sambutan luas dan dicetak beberapa kali oleh penerbit Dar al Janub, Tunis. Kemudian, setelah menjadi dosen, Dr Amal
menorehkan karya-karya lainnya, misalnya Hurriyat al Mu’taqad fil Islam
(Casablanca, 1997), dan al Ikhtilaf fits Tsaqafah al Arabiyah : Dirasah
Genderiyah (Beirut, 2007).
Amal juga ikut
berpartisipasi menulis buku al Islam al Asiawi, dalam serial al Islam
Wahidan wa Muta’addidan. Serial ini terdiri dari 13 buku, masing-masing
mengkaji Islam dari berbagai perspektif yang berbeda-beda, terbit atas
kerjasama Rabithah al’Aqlaniyyin al ‘Arab (Ikatan Rasionalis Arab)
dengan Dar Thali’ah Beirut tahun 2006.
Hampir semua
penulis serial ini adalah intelektual Tunis, beberapa di antaranya dari
fakultas Adab Manouba. Misalnya Najiah
al Warimi (menulis al Islam al Khariji), Nadir Hamami (menulis Islam al Fuqaha),
Bassam al Jamal (menulis al Islam as Sunni), dan lain-lain. Oya,
silsilah ini disupervisori oleh Prof Abdul Majid Syarafi, sang guru kaum
rasionalis Arab, yang juga dosen di kampus ini.
Raja ben Salamah,
dosen Manouba yang namanya juga malang melintang di dunia pemikiran kontemporer di
Tunis. Pemikiran-pemikirannya yang dikenal liberal sering ‘merepotkan’ kaum
Islamis di Tunis. Di antara bukunya ada yang berjudul Naqd ats Tsawabit,
menggugat konsep-konsep yang telah dianggap mapan dalam doktrin agama.
Masih banyak nama
lain, yang semakin mengokohkan pamor kampus ini sebagai gudang intelektual
modern di Tunis saat ini.
Jika boleh
dipetakan, wacana-wacana keislaman kontemporer di Tunis saat ini memang banyak berkembang di kampus-kampus
fakultas Adab. Sedangkan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan – termasuk Universitas
Zitouna – nampaknya lebih didominasi oleh wacana-wacana keislaman tradisional.
Imbas Revolusi
Perubahan demi
perubahan mulai terjadi di Tunis, sebagai imbas dari revolusi 2011. Termasuk
perubahan orientasi kehidupan keberagamaan pada masyarakat. Kebebasan beribadah
dan pemakaian symbol-simbol keagamaan mulai mendapat ruang.
Para mahasiswi
mulai mengenakan jilbab, bahkan sebagian bercadar. Di kampus Universitas
Zitouna, saat ini bisa dikatakan 90 persen mahasiswinya berjilbab. Dulu, saat
aku studi S2 tahun 2005-2007, mahasiswi pejilbab hanya 30-40 persen.
Di kampus fakultas
Adab Universitas Manouba pun, kini jumlah mahasiswi yang berjilbab – dan bercadar
- terus bertambah. Meski secara prosentase, masih jauh di bawah 50 persen. Itupun
mereka kadang masih mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan, seperti larangan
cadar pada hari-hari ujian.
Aku lihat-lihat file
berita tahun 2012-2013 lalu, para mahasiswa fakultas ini juga telah sering
menyampaikan tuntutan fasilitas mushalla ke pihak pimpinan kampus. Meski sampai
saat ini belum ada respon konkret. Masjid terdekat berjarak sekitar 1 km dari kampus
ini. “Saya kalo mau shalat, harus naik kereta dulu”, tutur Ahmad. Subhanalloh,
semoga kau tetap istiqomah !
Ya, lokasi kampus
ini memang berada agak jauh dari pemukiman penduduk. Ia menempati kawasan luas dengan
fasilitas yang relative memadai untuk keperluan mahasiswa. Ada sarana olahraga,
perpustakaan, kafetaria, fotokopi, wartel, juga math’am jami’i (kantin mahasiswa).
Tepat di halaman kampus, ada stasiun metro (trem) dan halte bis kota. Yang
belum ada memang hanya tempat shalat.
Tunis al
Khadra, 21 Mei 2014
No comments:
Post a Comment