Sunday, December 16, 2012

Kuliah Murah


Di Tunis, Pendidikan Bisa Murah

Suasana sidang disertasi Dr Tamyiz Mukharram, 10 Des 2012 di Tunis

Alokasi 26% APBN untuk sektor pendidikan, terbukti mampu mendorong kualitas pendidikan di Tunisia. Berkahnya dinikmati oleh para penuntut ilmu, termasuk para mahasiswa Indonesia yang belajar di Tunis saat ini.

Pekan ini, dua mahasiswa Indonesia menyelesaikan studinya di Universitas Zitouna, Tunis. Senin (10/12) lalu, Tamyiez Mukharram, 40 tahun, menyelesaikan studi S3-nya setelah sukses menjalani ujian disertasi secara terbuka di hadapan dewan penguji. Sehari berikutnya, Syahrul Ramadhan,  32 tahun, juga sukses mempertahankan tesisnya.

Dalam catatan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Tunisia, Tamyiez adalah WNI kedua yang meraih doktor di Tunis. Doktor pertama adalah Yusri Arsyad, yang menyelesaikan studi pada tahun 2008 lalu. Sedangkan Syahrul Ramadhan,  adalah WNI ke 18 yang meraih gelar magister. Pada semester genap 2012-2013 yang akan datang, insya Allah ada 4 orang mahasiswa kita yang akan menyelesaikan studi magisternya.

Kuliah Tepat Waktu
Saat ini, terdapat 40 mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Universitas Zitouna Tunis. Selain Tamyiez dan Syahrul. Ke-40 orang ini terbagi dalam berbagai jenjang studi. Ada 3 orang di tingkat S3, 15 orang di S2, dan 22 lagi masih di S1.

Dari tahun ke tahun, jumlah mahasiswa Indonesia di Tunis selalu berkisar antara 30-40an orang. Jumlah mahasiswa baru dan mahasiswa yang selesai studi setiap tahunnya, relatif seimbang. Hal ini terjadi karena umumnya para mahasiswa Indonesia belajar tepat waktu. Di sisi lain, Pemerintah Tunis juga membatasi jumlah kedatangan mahasiswa asing. Indonesia hanya diberi jatah sekitar 10 orang per tahun.

Dalam sistem pendidikan pasca reformasi di Tunis,  jenjang S1 dapat ditempuh selama 6 semester atau 3 tahun. Khusus mahasiswa asing, biasanya diarahkan masuk kelas bahasa lebih dahulu selama 1 tahun. Jadi, total 4 tahun

Jenjang S2 (magister) dapat diselesaikan selama 4-5 semester. Tiga semester pertama adalah perkuliahan – diakhiri dengan ujian semester, kemudian pada semester 4 dan 5 adalah penulisan tesis. Jenjang S3 (doktor) juga dapat diselesaikan dalam waktu 6 semester (3 tahun). Semester pertama adalah perkuliahan, sedangkan 5 semester berikutnya adalah masa penulisan disertasi

Para mahasiswa bebas menentukan program studi yang akan diambil. Para jenjang S1, terdapat prodi Peradaban Islam, Syariah dan Ushuluddin. Pada jenjang S2, ada 5 pilihan prodi, yaitu Syariah wal Qanun, Ekonomi Islam, Tafsir/Hadits, Akidah dan Perbandingan Agama, serta prodi Peradaban/Budaya Islam.  Sedangkan pada jenjang S3, prodinya hanya satu, yakni ‘Ulum Islamiyyah (Islamic Studies). Konsentrasi studi ditentukan dalam pilihan tema penelitian disertasi.

Kuliah Murah Meriah
Untuk studi Islam, kuliah di Universitas Zitouna terbilang menyenangkan. Sistem studinya SKS, sehingga target penyelesaian studi dapat terukur jelas. Dosen-dosennya mumpuni di bidangnya, sangat ramah terhadap mahasiswa asing, serta umumnya memiliki waktu relatif luas untuk melakukan bimbingan dan interaksi dengan para mahasiswa. Dukungan administrasi akademik juga bagus ; berbasis IT dan para petugasnya pun kooperatif. Urusan-urusan administrasi pun lancar dan jarang ada masalah. Fasilitas perpustakaan juga sangat memadai.

Satu lagi yang penting. Di negeri berpenduduk 11 juta jiwa ini, pendidikan diselenggarakan secara murah meriah, nyaris gratis. Dari jenjang paling dasar hingga S3, baik bagi warga pribumi maupun orang asing. Tidak ada istilah tution fee alias biaya kuliah yang melangit hingga ribuan bahkan puluhan ribu dolar, seperti yang sering kita dengar di sejumlah negara lain. Semua mahasiswa – baik orang Tunis maupun orang asing – hanya dikenai biaya partisipasi setiap awal tahun ajaran, yang masuk ke kas negara. Untuk S1 sebesar 38 Dinar (setara 240 ribu rupiah), S2 dan S3 sebesar 108 Dinar (setara 650 ribu rupiah). Tidak ada biaya atau iuran apapun lagi. Bahkan, para mahasiswa bisa saja mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Tunis.

Murahnya pendidikan di Tunis, adalah buah dari alokasi APBN sebanyak 26 persen untuk sektor pendidikan, yang telah diterapkan sejak zaman mendiang Presiden Habib Borguiba (memerintah selama tahun 1957-1987). Tak heran jika di negeri ini, wajib belajar 12 tahun telah berjalan lama. Umumnya warga Tunis mengenyam perguruan tinggi, serta hampir tidak ada yang tidak selesai SMA. Pada saat yang sama, guru/dosen menjadi profesi favorit publik dan direbutkan banyak orang.

Dalam buku “Berkelana ke Timur Tengah” yang terbit pada tahun 2009 lalu, aku katakan bahwa Tunis adalah negeri yang sebenarnya miskin Sumber Daya Alam, tetapi kaya dengan Sumber Daya Manusia. Tunis bukan negara penghasil minyak, serta tidak memiliki banyak hasil bumi, kecuali zaitun. Objek-objek wisatanya juga tidak setenar Mesir atau China. Tunis hanya punya objek wisata pantai, beberapa situs sejarah Islam, situs-situs Romawi Kuno, dan Gurun Sahara di selatan. Tetapi karena sektor pendidikannya digarap serius, masyarakatnya bisa sekolah hingga minimal S1, hampir semua mereka fasih berbahasa Perancis dan karena itu mereka mudah mencari penghidupan.

Dengan pendapatan per kapita sebesar 9.400 USD (tahun 2011), Tunisia menempatkan diri sebagai negara termakmur ke-3 di benua Afrika, atau ke-15 di antara negara-negara muslim. Aku yakin, itu adalah berkah dari pendidikan. Salam manis dari Tunis.

Tunis al Khadra, Ahad 16 Desember 2012


No comments:

Post a Comment