Saturday, April 01, 2006

Maulid di Tunis

Bubur Assida untuk Rasulullah
…anta syamsun anta badrun
anta nurun fauqa nuri
anta iksirun wa ghali
anta misbahus suduri........

Bagi muslim Tunisia, kelahiran Nabi Muhammad saw tak hanya diperingati dengan upacara keagamaan biasa serta pembacaan sirah nabawiyah, syair al Barzanzi atau Dibai seperti dalam syair di atas. Tetapi juga dimeriahkan dengan adanya assida, bubur manis dan lezat khas Tunis yang hanya diproduksi pada bulan Mulud.

Sejak penghujung bulan Safar, tanda-tanda perayaan maulid sudah nampak. Assida pun mulai mengisi pojok-pojok toko dan super market. Asida adalah bubur berwarna hitam dilapisir krem dan ditaburi berbagai jenis kacang-kacangan, seperti noisette, amande dan lain-lain. Bahannya utamanya adalah zagugu – sejenis tepung gandum khas Arab - gula pasir dan air. Untuk lapisan kremnya ada susu, kuning telur, vanili dan maizena.

Di kafe-kafe gaul kota Tunis, assida juga tersedia. Jadi teman minum kopi sambil duduk santai di tengah eksotisme kota. Di kafe-kafe, satu mangkok kecil assida biasa dijual seharga 1,5 Dinar atau sekitar 12 ribu rupiah. Kadang ada yang lebih mahal. Bagi yang hendak bikin sendiri di rumah, biji zagugu dan kacang-kacangan itu juga tersedia di toko-toko.

Seorang kawan senior bertutur bahwa setiap tanggal 12 Mulud, ibu-ibu rumah tangga muslim Tunisia biasa membuat bubur assida. Ibu kos pun biasa menghadiahkan sepiring besar assida bagi kami, para mahasiswa Indonesia.

Adanya assida pada peringatan maulid Nabi di Tunisia semakin menegaskan adanya keterkaitan antara jenis makanan tertentu dengan tradisi keagamaan tertentu dalam Islam. Saat di Mesir, saya melihat peringatan 10 Muharram (Asyura) di Mesjid Husein, biasa diramaikan oleh adanya para pedagang asongan penjual kacang Arab. Sejenis kacang yang biasa ditanam oleh para petani di kawasan selatan Mesir. Jualan ini menjadi laris manis, dibeli ribuan umat Islam yang datang dari berbagai pelosok Mesir. Dua-tiga hari setelah Asyura, kacang sejenis itu sulit didapat di pasar.

Tradisi makan kacang Arab di hari Asyura seperti yang dilakukan umat Islam Mesir itu rupanya memiliki dasar historis yang dalam. Saat rombongan keluarga Imam Husen terkepung pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbala -pada tahun 680 M - mereka kehabisan bekal makanan. Satu-satunya makanan yang sempat mereka konsumsi adalah kacang Arab ini. Maka tak heran, jika belakangan tradisi makan kacang Arab di hari Asyura bisa difahami sebagai bentuk solidaritas dan simpati atas perjuangan Imam Husein ra.

Saya pun teringat kenangan silam di Indonesia. Kyai kampung saya biasa membagi-bagi bubur putih tanpa gula pada hari 10 Muharram. Bubur itu dinamakan bubur asyura. Sayang sekali, saat itu saya tidak banyak bertanya mengapa harus ada bubur putih yang tak manis. Saat ini, saya hanya mencoba husnudhan bahwa tentu itu tak sembarangan bubur, melainkan memiliki nilai religius yang dalam.

Kadang saya tidak memahami apa keterkaitan jenis makanan atau kebiasaan tertentu, dengan momen keagamaan yang sedang diperingati. Seperti maulid di Mesir yang diramaikan dengan aneka halawa, kue khas Mesir yang manisnya minta ampun itu. Juga ada boneka-boneka hias yang tiba-tiba memenuhi etelase toko-toko Mesir menjelang bulan Mulud. Toko-toko penjual boneka dan halawa itu dihias dengan umbul-umbul dan lampu warna-warni.

Bisa jadi, boneka-boneka itu sekedar simbol tradisi lokal dalam menyambut momen keagamaan. Seperti halnya ketupat yang diidentikan dengan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia, roti buaya dalam prosesi pernikahan adat Betawi dan bakakak hayam dalam pernikahan adat Sunda.

Di sebagian daerah di tanah air, berbuka puasa Ramadhan seolah kurang afdlal jika tanpa kurma. Sebagaimana kebiasaan Rasulullah saw. Di sebagian daerah Jawa Barat, hidangan kolak seolah jadi trend makanan berbuka. Bahkan ada kolak tertentu yang hanya dibuat pada bulan Ramadhan. Seperti kolang kaling (caruluk dalam bahasa Sunda) yang biasanya hanya dijual orang-orang pada bulan Ramadhan.


Aku berjalan menelusuri alun-alun kota Tunis, usai menikmati Assida...

Selain mengkonsumsi assida, umat Islam Tunisia juga biasa mengkhitan puteranya pada bulan Mulud. Barangkali untuk berharap berkah yang lebih. Acara khitanan massal pun digelar di banyak tempat.

Sedangkan acara puncak peringatan maulid tingkat nasional biasa dilaksanakan di mesjid Uqba bin Nafi, Kairouan, kota propinsi 156 km selatan ibukota. Dihadiri oleh presiden, para pejabat negara dan duta besar negara sahabat. Kairouan jadi pilihan karena nilai sejarah yang dimilikinya. Kairouan adalah kota yang dibangun oleh sahabat Nabi Uqbah bin Nafi pada tahun 50 H, sebagai pusat penyebaran Islam di bagian barat jazirah Arab. Mesjid Uqbah yang dibangun pada tahun 55 H masih berdiri tegar hingga kini.

Di kota ini juga, terdapat Makroud, makanan khas serupa dodol kurma. Seperti halnya assida, makroud juga banyak beredar pada bulan Mulud. Menikmati assida dan makroud pada bulan Mulud, diyakini orang Tunisia akan melengkapi ekspresi kecintaan kepada Rasulullah. Subhanallah. Salam Manis dari Tunis.

Sabtu 1 April 2006

1 comment:

  1. Barangkali ketika memperingati hari kelahiran, orang jawa juga tiru-tiru (meniru) tradisi ini. biasanya, setiap ultah, orang jawa membuat tironan berupa bubur pitih dan dilapisi bubur merah.

    ReplyDelete