Tuesday, April 25, 2006

Pesona Kairouan

Berziarah ke Kota Sejarah

Aku berdoa khusyu di depan makam sahabat Nabi, di Kairouan

Sejak lama aku rindu berziarah dan berdoa di depan makam sahabat atau keluarga Nabi, sebagaimana yang sering kulakukan dulu di Mesir. Maka, tatkala ada info studi tour ke kota Kairouan, aku segera mendaftarkan diri ke panitia.

Di kota yang berjarak 156 km selatan ibukota ini, terdapat makam Abu Zam’a Balawi, seorang sahabat Nabi. Menurut catatan sejarah, beliau adalah tukang cukur Baginda Rasulullah saw. Makamnya berada di sebuah ruangan dalam mesjid besar di kawasan al maghrib al arabi square, Kairouan. Orang Tunisia biasa menyebut mesjid ini dengan Zawia Sidi Sahabi.

Rabu (19/4) pukul 14.00, aku bersama rombongan mahasiswa tiba di depan mesjid itu. Sebelumnya, kami mengikuti acara diskusi ilmiah di Markaz ad Dirasat al Islamiyyah, sebuah lembaga penelitian di lingkungan Universitas Zaituna cabang Kairouan. Usai diskusi, kami makan siang di Rumah Makan Fakultas Pendidikan Universitas Kairouan.

Alangkah senangnya hatiku kala tiba di mesjid itu. Karena sejak acara diskusi berlangsung, aku sudah tak tenang, hampir tak sabar ingin segera berziarah. Acara-acara diskusi ilmiah seperti ini, mudah kujumpai di kota Tunis, begitu pikirku saat itu. Karena kota Tunis kaya dengan aktifitas ilmiah. Akan tetapi, kota Tunis miskin spiritualitas. Maksudku, simbol-simbol formal dan ritual keagamaan tak bebas bergerak. Aliran-aliran tarekat sufi pun terpuruk. Semuanya tergeser oleh kuatnya arus modernisasi dan kepentingan politik yang alergi dengan segala hal yang beraroma Islam.

Di depan mesjid, ada pelataran seluas 200an meter persegi. Luas mesjidnya sendiri kira-kira 3000 meter persegi. Dinding depan setinggi 3 meter, memanjang sekitar 60an meter. Warna temboknya coklat usang. Dekat pintu masuk, ada tulisan dinding berbahasa Arab, berisi biografi singkat sang sahabat. Baris demi baris kubaca. Abu Zam’a Balawi ternyata seorang sahabat yang pernah menemani Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah. Sepeninggal Nabi, Abu Zam’a ikut rombongan pasukan Amr bin Ash yang menaklukkan Mesir. Setelah Mesir berada dalam kekuasaan Islam, Abu Zam’a hijrah ke Kairouan. Di sana ia menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya pada tahun 34 H. Atau satu tahun sebelum khalifah Usman bin Affan ra terbunuh.

Abu Zam’a adalah seorang tukang cukur Rasulullah. Karena kecintaannya kepada Rasulullah, diam-diam ia menyimpan sebagian rambut Rasulullah. Rambut itu ia bawa kemana pun pergi, hingga ke Kairouan sekalipun. Tatkala membaca informasi ini, aku merasakan keharuan yang teramat sangat. Semangat cintanya kepada Rasul, pantas kuteladani.

Ruangan makam terletak di pojok belakang kiri mesjid. Dari gerbang utama, peziarah harus melewati pelataran dalam serta beberapa ruangan kecil. Di pintu makam, seorang lelaki gendut duduk di kursi. Tangannya mengusap punggung setiap peziarah yang lewat. Rupanya, tangannya itu telah dilumuri minyak wangi. Baik juga ini orang, pikirku.

Hampir seluruh dinding dalam mesjid ini dihiasi kaligrafi dan ukiran khas al maghrib al arabi. Sebuah motif ukiran yang artistik, dengan dominasi warna biru, sisa peninggalan kejayaan peradaban Islam Andalusia. Sedangkan bentuk makamnya sama dengan makam-makam para ahlu bait Nabi yang kujumpai di Mesir. Dikelilingi pagar kayu serta kain berhias kaligrafi yang diselimutkan pada pusaranya.

Di ruangan ini, dalam hening, aku merasakan kenikmatan berdoa. Bermunajat kepada Yang Kuasa. Aku membayangkan, bagaimana sahabat Abu Zam’a memegang, membelai dan –mungkin- menciumi kepala Baginda Rasulullah yang mulia. Kala ia hendak mencukur rambutnya. Aku teringat kisah yang kubaca tadi di luar, bagaimana kecintaan Abu Zam’a kepada Nabi, hingga ia menyimpan dan membawa rambut Nabi kemana pun ia pergi, bahkan hingga ke Kairouan ini. Dalam khusyu dan syahdu, bibirku bergetar menggumamkan doa, “Wahai Allah, karuniakanlah kepada kami, kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada Rasul-Mu, juga kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu..”
Makam Abu Zam’a hanyalah salah satu lokasi wisata ziarah di kota Kairouan. Selainnya, ada mesjid Uqbah bin Nafi, yang didirikan tahun 55 H. Uqbah juga seorang sahabat Nabi yang tiba di Kairouan pada tahun 50 H. Pada masa Uqbah, Kairouan dijadikan sebagai kota pusat penyebaran Islam di kawasan barat dan utara Afrika. Kegiatan dakwah dan pengajaran ilmu-ilmu keislaman dipusatkan di sini. Ekspansi Thareq bin Ziyad dalam merebut kawasan Afrika Barat dan Andalusia (Spanyol) pun bermula dari Kairouan.

Di era modern ini, Kairouan dijadikan sebagai pusat kegiatan keagamaan dan obyek wisata ziarah utama di Tunisia. Dibandingkan kota-kota lain di Tunisia, Kairouan dinilai sebagai kota yang masih lekat dengan tradisi Islam. Jauh berbeda dengan kota lain seperti Tunis, Sfax atau Sousse, yang nyaris kering dari sentuhan tradisi dan kehangatan spritual. Saat ini, sejumlah madrasah tahfidz al quran dan pengajian kitab secara talaqqi ala pesantren, masih dapat kita jumpai di Kairouan. Tradisi penyambutan hari-hari besar keagamaan pun masih sempat dilakukan masyarakatnya.


Salah satu ruangan dalam Zawia Sidi Sahabi yang disucikan

Dari kota Tunis, Kairouan dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan. Jalan rayanya mulus, menembus hijaunya perkebunan zaitun dan sesekali perkampungan penduduk. Setengah jam pertama dari kota Tunis, kita akan melewati Hamamet, kawasan wisata pantai dengan hotel-hotel mewahnya yang berderet. Di sela-sela rindang pepohonan dan padang golf yang menghampar. Memasuki kota Kairouan, ada tugu selamat datang, berupa tembok besar bergambar ukiran permadani bercorak warna-warni.

Permadani memang telah menjadi trademark-nya Kairouan. Adalah tapis, permadani cantik khas Kairouan, biasa jadi oleh-oleh para turis asing yang melancong ke kota sejarah ini. Hanya saja, harganya cukup mahal, bisa mencapai ribuan dolar. Tetapi, bagi Anda yang berdompet tipis, tak usah berkecil hati. Ada makroud, kue manis wajit kurma khas Kairouan yang manisnya minta ampun itu. Cukup 2 Dinar per kilo, atau sekitar 15 ribu rupiah.

Beberapa saat sebelum kembali ke Tunis, rombongan kami juga mampir ke pertokoan khusus penyedia makroud. Kusisihkan dinar untuk membeli beberapa kilo makroud, sekedar kenang-kenangan buat kawan serumah. Biarlah kawan-kawan ikut merasakan makroud. Meski manisnya makroud tak semanis kenangan ziarahku kali ini, ke makam sahabat yang amat mencintai Rasulullah, di Kairouan kota sejarah. Salam Manis dari Tunis.

Selasa 25 April 2006

1 comment:

  1. Terima kasih berbagi kisah salah satu sahabat nabi, kalau boleh tahu do'a apa yang sebaiknya dibaca. Sepenggal do'a telah antum tulis di dalam posting ini, adakah do'a khusus lainnya? Titip do'anya untuk saya.

    ReplyDelete