Wednesday, September 02, 2009

Menuju Colombo

Antara Jakarta-Colombo


Pemandangan di salah satu sudut bandara Colombo


Ahad (30/8) siang, aku berangkat meninggalkan tanah air menuju Colombo, ibukota Sri Lanka. Perjalanan ini kulakukan dalam rangka memenuhi undangan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Colombo, guna membantu kegiatan keagamaan selama bulan suci Ramadhan di kalangan Warga Negara Indonesia (WNI) di negara tetangga India itu.
Panitia menyediakan tiket penerbangan maskapai Thailand Airways. Meski sebenarnya, Colombo dapat ditempuh melalui Singapura. "Jalur penerbangan lain untuk minggu-minggu ini, semuanya padat", tutur Pak Ferry, petugas yang menguruskan tiket di Jakarta. Ya udah, aku nurut saja. Sekalian ingin lihat bandara Bangkok yang katanya masih baru dan megah itu.

Ustad Bukan Teroris
Untuk WNI, masuk Sri Lanka sebenarnya dapat mengunakan Visa On Arrival yang diperoleh di bandara Colombo. Tetapi pihak KBRI Colombo menyarankanku untuk mengajukan visa terlebih dahulu ke Kedubes Sri Lanka di Jakarta. Biar lebih menenangkan barangkali.

Berbekal nota diplomatik yang ditandatangani oleh Dubes RI di Colombo, aku mendatangi Kedubes Sri Lanka di jalan Diponegoro, dekat Megaria, Jakarta Pusat. Resepsionis Kedubes - yang belakangan kuketahui bernama Oki- menanyakan tujuan kunjunganku ke Sri Lanka. Kujelaskan seperlunya, seraya memperlihatkan nota diplomatik tadi. Si Ibu itu membacanya, kemudian bertanya, "Oh, jadi Bapak ini ustad yach?! Kenal sama Saepudin Jaelani donk?!" Aku mengernyitkan dahi, bingung. "Jaelani yang mana, Bu?!

Ia memperlihatkan sebuah koran ibukota, "Ini nih, Ustad Saepudin Jaelani yang menjadi juru rekrut calon teroris". Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala. Si Ibu itu berbicara lagi, "Masa sesama Ustad tidak saling kenal..!" Aku tertawa. Ah, Ibu ini ada-ada saja. "Saya tidak berkawan dengan teroris, Bu..!". Ia pun tersenyum.

Singkat kata, urusan visa lancar. Bayar 295 ribu rupiah, dapat visa satu bulan. Di Colombo nanti, dapat diperpanjang.

Dengkuran Pria India
Ahad pukul 16.05 WIB, pesawat Air Bus A 330 milik maskapai Thailand Airways mendarat dengan selamat di Suvarnabhumi International Airport, BAngkok. Saat roda-roda pesawat terasa menyentuh bumi, aku menggunamkan kalimat Hamdalah.

Alhamdulillah, perjalanan 3 jam 30 menit telah kulalui dengan lancar. Meski sepanjang jalan aku merasa dongkol, kesel karena teman duduk di sebelahku seorang pria India berusia setengah baya, berkumis tebal -segede gagang telepon - yang menutupi bibir. Sepanjang jalan, ia tidur mendengkur. Ngoroknya keras..!

Syukurlah, semua itu telah berlalu. Dan kini, aku berjalan bersama penumpang lain, keluar dari pesawat. Sementara itu, hatiku bertanya-tanya, apa yang akan kulakukan selama enam jam di bandara ini? Pasalnya, pesawat yang akan membawaku ke Colombo, baru akan terbang pada jam 22.15 nanti.

Membaca Alquran di Bangkok
Aku berjalan melihat-lihat suasana bandara yang baru berumur 2 tahun ini. Suvarnabhumi International Airport benar-benar bandara yang besar, megah dan mewah. Bangunan utamanya terdiri dari empat lantai, berukuran 444 x 111 meter. Gaya arsitekturnya terbilang modern. Di beberapa sudut hall bandara, terdapat patung-patung Budha, gambar-gambar atau hiasan khas Thailand lainnya, disorot kerlap kerlip lampu, menambah kemilau suasana pertokoan Duty Free yang ada di sana.

Di lantai dua dan tiga, ternyata ada mushalla. Nyaris tak terduga sebelumnya, di negeri non muslim seperti ini, ada mushalla. Mushalla ini mudah ditemukan, karena lokasinya strategis, di tengah-tengah hall dan dekat eskalator. Di beberapa sudut, terdapat merk besar bertuliskan "Moslem Prayer Room"

Di mushalla ini, aku melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar jama takhir. Usai wirid singkat, kusempatkan membaca beberapa ayat Alquran. Doa pun kupanjatkan, Ya Allah, sampaikanlah aku ke kota tujuanku..!

Colombo ; Kesan Pertama
Tiga jam penerbangan Bangkok-Colombo, juga kulalui dengan lancar, Alhamdulillah. Kali ini, kursi sebelahku kosong. Kulihat kursi-kursi lainnya pun banyak yang kosong. Para penumpang lain, kebanyakan warga Sri Lanka. Tampang-tampang mereka mirip dengan orang India yang sering kulihat dalam film, atau yang kulihat dulu di Tanah Suci Mekah.

Terselang tiga kursi di sebelah kananku, ada seorang biksu Budha, berkepala gundul dan mengenakan kain semisal busana ihram tetapi warnanya kuning tua kecoklatan.

Senin dinihari - pukul 00.30 waktu Colombo atau 03.00 WIB - aku tiba di Bandaraneika International Airport, yang terletak di kawasan Katuyanake, 30 km utara Colombo. Seorang pejabat KBRI Colombo menyambut kedatanganku. "Selamat Datang di Colombo", tuturnya ramah. Ia kemudian membantuku dalam urusan-urusan keimigrasian. Alhamdulillah, lancar, tak ada masalah.

Bandara Colombo nampak sederhana sekali. Jauh berbeda dengan Suvarnabhumi yang tiga jam lalu kulewati. Ukurannya juga kecil, seperti halnya bandara internasional Tunis. Hanya saja, Tunis nampak lebih modern dan rapi.

Benar kata seorang blogger lain yang pernah ke Colombo, bahwa bandara Colombo ini tak lebih ramai dari terminal Blok M, bahkan jalanan depan bandara kalah mulus dibanding boulevard Kelapa Gading. Semua tampak fungsional, apa adanya. "Bangga juga punya bandara Sukarno Hatta. Bedanya, di Colombo ini tak nampak calo taksi", demikian tulisnya.

Aku berjalan keluar hall bandara. Dan di luar sana, sebuah pemandangan baru mengusik perhatianku ; tentara-tentara bersenapan laras panjang, berjaga-jaga sepanjang koridor airport. Bahkan hingga jalan raya menuju arah Colombo, tentara-tentara itu tetap ada. "Keamanan negeri ini belum stabil, meski pemberontak Macan Tamil telah menyerah sekitar 3 bulan lalu", tutur staf kedutaan yang menjemputku.

Macan Tamil?! Tamil Tiger itu khan?! Kelompok yang senang melakukan aksi bom bunuh diri di tempat umum itu khan?! Aku terkesiap. Selama ini aku hanya mendengar nama itu lewat media, baik cetak maupun elektronik. Detik ini, aku telah berada di negeri tempat tinggal mereka ; Sri Lanka..!

Colombo, 1 September 2009

1 comment:

  1. saya td nya mw cari tau ttg harga visa on arrival ke kolombo...dan ketemu blog ini :) tp trnyata ustad dtg nya udh dr 2009 ya... takutnya biaya visa udh berubah utk skr :)

    ReplyDelete