Tuesday, September 15, 2009

Tragedi Pesawat Haji

Napak Tilas Tragedi Pesawat Haji


Aku di depan Monumen Tragedi Haji Indonesia di Sri Lanka

Pernahkah Anda mendengar berita jatuhnya pesawat haji Indonesia di Sri Lanka tahun 1974 dan 1978?

Tragedi pertama, 4 Desember 1974, terjadi di daerah Maskeliya, Sri Lanka Selatan. Saat itu, pesawat Martin Air DC 8 Flight yang membawa jemaah haji asal Surabaya dan Makasar, menabrak bukit berbatu. Kontan saja, 192 jemaah dan 7 kru pesawat, gugur sebagai syuhada. Puluhan lainnya terluka. Pesawat naas itu dalam perjalanan dari Tanah Air menuju Tanah Suci. Di Sri Lanka, pesawat itu hendak transit untuk mengisi bahan bakar.

Tragedi kedua, terjadi di Katunayake, sekitar 30 km utara Colombo, pada tahun 1978. Waktu itu, pesawat Islandic Air, yang membawa jemaah haji kita hendak mendarat di bandara Colombo, dalam perjalanan pulang dari Tanah Suci. Dua ratusan jemaah yang baru saja menunaikan ibadah haji, gugur sebagai syuhada. Puluhan lainnya terluka.

Kini, di lokasi jatuhnya kedua peswat ini, didirikan mesjid sebagai monumen tragedi memilukan itu. Di Maskeliya, mesjidnya dinamai Hanafi Jumah Mosque. Lokasinya tak jauh dari Adam's Peak (Sripada, Sivanolipadam, Bawa Adamalai), tempat yang dianggap suci oleh umat Islam, Hindu dan Budha Sri Lanka, karena diyakini dulu pernah disinggahi oleh Nabi Adam as. Di Katunayake, selain mesjid, juga ada madrasah.

* * *
Beberapa hari lalu, aku berkesempatan mengunjungi monumen haji di Katunayake, yang lokasinya tak jauh dari Bandaranaike International Airport.

Sebenarnya,Katunayake hanya terpaut jarak 25 km dari Colombo. Tetapi sore itu, aku memerlukan waktu 40an menit untuk tiba di sana. Maklum, jalanan macet karena bertepatan dengan jam pulang kerja.

Tak sulit untuk menemukan lokasi ini. Bangunan permanen berlantai dua, catnya hijau, memanjang di tepi kiri jalan raya. Pagar besinya juga berwarna hijau. Di depannya terdapat sebuah plang bertuliskan 'Indonesian Haj Memorial Building'.

Tak ada kubah atau menara yang menandakan bahwa bangunan itu adalah mesjid. "Fungsinya telah bergeser, dari yang dulunya mesjid , kini menjadi perkantoran dan sekolah", tutur Pak Gojali, staf KBRI yang telah tinggal di Colombo sejak 1978. Tempat shalat hanya menempati petak kecil -kira-kira seluas 30 meter persegi - di lantai dasar.

Benar, gedung itu kini lebih pantas disebut sebagai perkantoran, karena lantai dasarnya telah disekat-sekat menjadi beberapa ruangan. Sebagian ruangan itu bahkan disewakan. Ruangan paling kiri kini berfungsi sebagai rumah makan Sri Lanka. Di sebelahnya kulihat ada kantor ekspor impor. Ruangan berikutnya lagi, sekretariat pengurus, dan seterusnya.

Sebenarnya, lokasi jatuhnya pesawat bukanlah di sini. Melainkan masih terpaut beberapa ratus meter di seberang jalan raya. "Tepatnya di kebun kelapa, tepi bandara", tutur Pak Gojali. Dan gedung ini, dibangun atas biaya pemerintah RI dan sumbangan Ikatan Haji Indonesia. Kemudian, pengelolaannya dilakukan oleh Islamic Centre Sri Lanka hingga hari ini.

Mula-mula, gedung itu digunakan sebagai mesjid. Namun dalam perjalanannya, fungsi mesjidnya tidak berjalan secara optimal. Mungkin karena masyarakat sekitar umumnya non muslim. Pantas, pikirku, jika sekarang malah disewa-sewakan untuk perkantoran. Berbeda dengan Mesjid Hanafi di Maskeliya yang terawat rapi dan berfungsi dengan baik sebagai tempat ibadah, karena memang berada di tengah komunitas muslim.

Aku melihat-lihat ke halaman belakang gedung hijau itu. Rupanya ada bangunan sekolah berlantai dua. Gedungnya permanen dan berukuran besar. Hitungan kasarku, ada 12 ruangan kelas. Gedungnya bersih, halamannya asri dan dihiasi bunga-bunga. Di halaman belakangnya ada lapangan sepakbola berumput hijau. Pagar tembok setinggi kira-kira 2 meter, membatasi halaman belakang sekolah dengan komplek pemukiman masyarakat.



Di belakang sekolah itu, ada lapangan sepak bola nan hijau

Sekolah itu bernama Seylon International School. Dikelola oleh Islamic Centre Sri Lanka. "Muridnya ada 650an", tutur seorang Satpam yang sore itu memandu kunjunganku. Cukup banyak juga, pikirku. Mungkin karena dikelola secara profesional. Seorang mantan walikota Colombo yang muslim, khabarnya ikut aktif mengelola lembaga pendidikan Islam ini.

Pak Gojali menuturkan pengalamannya saat ia menolong para korban tragedi pesawat itu, 31 tahun silam. "Puluhan orang yang terluka, mula-mula dirawat di sini, tetapi kemudian dibawa ke Jakarta. Sedangkan jenazah korban disimpan di bangsal milik Angkatan Udara Sri Lanka. Jenazah sulit dikenali, sebagian besar terpotong-potong. Waktu itu, saya ditugasi oleh pimpinan untuk membuat nomor urut 1 sampai 200, di potongan-potongan karton. Mulanya saya tidak tahu untuk apa. Ternyata untuk dipasangkan di tubuh setiap jenazah. Saya sendiri yang memasangkannya semua", kenang pria setengah baya ini.

Subhanallah, gumamku. Betapa harunya perasaan Pak Gojali saat itu. Membantu saudara-saudari sebangsa dan setanah air, seiman sekeyakinan, yang gugur secara syahid usai memenuhi panggilan Allah di Tanah Suci.

Masih menurut Pak Gojali, ada sepasang suami isteri yang sehat walafiat, tak cedera sedikit pun. Dimanakah mereka sekarang? Semoga berkesempatan membaca catatan ini.
* * *
Menjelang detik-detik buka puasa, aku bersama Pak Gojali - dan beberapa rekan lain - memanjatkan doa untuk para syuhada itu. Allahummagfir Lahum Warhamhum wa 'Aafihim wa'fu 'Anhum. Salam Ramadhan dari Colombo.

Colombo, 14 September 2009

2 comments:

  1. Mereka masih hidup sampai sekarang pasangan H. Ahrum dan Hj Gt Irus yaitu kakak kandung dan Kakak Ipar Bapak saya H.Gt Subeli dan istrinya Hj Rohana yang meninggal dalam kejadian di tahun 1978

    ReplyDelete
  2. Kalau ditanya apakah ada yang masih hidup dan sehat walafiat pasangan suami istri jawabnya ada yaitu kakak dan kakak ipar (H. Ahrum dan Hj. Gt Irus) dari Bapak saya (H. Gt Subeli dan Istrinya Hj. Gt Rohana) akan tetapi bapak dan Ibu saya meninggal dalam kecelakaan tersebut, sedangkan kakak iparnya tidak bersaman suaminya.

    ReplyDelete