Tuesday, August 08, 2006

Kota Casablanca (PM4)

Kota Casablanca Sangat Mempesona

Aku di kota tua Casablanca, dengan tiang-tiangnya yang berderet

Hari Ahad (30/7), panitia menyediakan acara City Tour gratis. Obyeknya, kota Rabat dan kota Casablanca. Tentu saja aku merasa senang. Ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Maka, kendati masih ngantuk karena semalam begadang menelusuri kota Rabat, Ahad pagi pukul 08.00 aku mandi lalu bersiap menanti bis jemputan.

Jalan TolPukul 08.30, bis yang kami tumpangi bergerak pelan, menelusuri sudut-sudut kota Rabat yang lengang. Maklum, hari ahad pagi. Hanya satu-dua mobil yang berpapasan. Pagi itu, kami langsung menuju kota Casablanca, yang berjarak 91 km dari Rabat.

Aku duduk di depan. Di sebelah kiriku, Abdurrahman, sopir bis yang orang Maroko. Di sebelah kiriku, Dedi Wahyudin, ketua PPI Maroko yang telah 5 tahun tingal di Maroko. Maka, sepanjang jalan, aku pun bertanya banyak hal tentang negeri Maroko kepada mereka.

Perjalanan dari Rabat ke Casablanca, melewati jalan tol yang mulus. Kiri kanan jalan, pepohonan berbaris, serta sesekali ladang gandum yang kering. Pada musim panas, ladang-ladang itu dibiarkan tak produktif. Sesekali jalan tol itu melewati pesisir pantai. Pantai lautan Atlantik dengan airnya yang biru, di sebelah kanan jalan. Ombaknya besar. Seperti Pantai Pelabuhan Ratu di selatan Sukabumi yang dulu sering kukunjungi.

Casablanca Kota Niaga
Usai menempuh perjalanan selama satu jam, kami tiba di Casablanca. Kota terbesar di Maroko, yang kini berpenduduk 3,6 juta jiwa. Casablanca juga dikenal sebagai kota pusat perniagaan terpenting di Maroko, bahkan di kawasan al maghrib al arabi.

Pemerintah Maroko rupanya sengaja memisahkan ibukota administratif dan ibukota pusat bisnis. Rabat, kota cantik dan lengang, dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan politik. Lokasi istana raja berada. Juga lokasi belajar para mahasiswa. Sedangkan Casablanca disulap menjadi kota industri dan bisnis.

Menurut catatan sejarah, peran Casablanca sebagai kota pusat bisnis, telah berlaku sejak lama. Bahkan sejak didirikannya kota ini oleh para para saudagar Spanyol, tahun 1575. Mulanya, Casablanca berupa desa di abad 12 yang disebut dengan desa Anfa, tempat singgah para perompak yang menyerang kapal-kapal yang datang dari pantai utara Maroko. Pada tahun 1468, desa ini dihancurkan oleh Portugal hingga luluh lantak. Tak ada yang tersisa. Baru pada tahun 1515, Casa Branca atau Casablanca dibangun kembali, hingga kemudian dimanfaatkan sebagai kota dagang penting oleh orang-orang Spanyol itu.

Tak ada yang unik dengan pemandangan kota Casablanca modern. Sebagaimana kebanyakan kota besar dunia lainnya. Ada gedung-gedung yang tinggi, papan reklame yang warna-warni serta lalu lintas yang padat.

Casablanca Kota TuaTak lama kemudian, bis berhenti di depan sebuah komplek gedung-gedung berwarna putih. Aku menengok ke kiri dan kanan, mengamati suasana. “Kita tiba di Old Medina, kawasan kota tua Casablanca”, tutur Dedi.

Rupanya, di Tanah Arab ini, hampir semua kota memiliki kawasan kota tua dan kota baru. Kota Tua adalah kawasan kota yang ‘asli’, yang telah ada sejak awal dibangunnya kota itu. Kawasan ini biasanya ditandai dengan gedung-gedung kuno, dibatasi oleh pintu gerbang di setiap sudut kota, serta adanya pasar souvenir. Sedangkan kota baru adalah kawasan modernnya.

Sekedar contoh, di Mesir ada kawasan Old Cairo, yang dikelilingi oleh Bab el Louk, Bab en Nasr, Bab el Fath. Di dalam Old Cairo, ada benteng Salahudin, puluhan mesjid bersejarah dan Pasar Khan Khalili. Di Tunis, ada Medina, sebuah kawasan yang eksotik, dikelilingi oleh benteng-benteng kokoh ; Bab Sa’dun, Bab el Bahr, Bab Souika dan Bab el Khadra. Di kawasan ini, ada pusat perbelanjaan tradisional, berupa lorong-lorong kecil dan jalan yang berkelok-kelok. Mesjid Agung Ez Zitouna, yang didirikan tahun 762 M, berdiri tegar ditengah komplek Medina ini. Di Rabat, ada Oudaya, kawasan kota tua di tepi pantai, pun juga dengan pasar tradisionalnya

Setiap kota tua itu memiliki trade mark masing-masing. Ada ciri yang membedakan. Kota Tua Casablanca, memiliki komplek pertokoan yang bangunannya berwarna putih, dengan tiang-tiang yang berderet. Sesuai dengan nama Arabnya ; ad Dar al Baidha. Kota yang dipadati oleh gedung-gedung putih.

Aku senang menelusuri kawasan ini. Sudut-sudut eksotisnya, hampir tak pernah luput dari jepretan kamera. Tak peduli para pedagang yang menawarkan produknya. Selain tak ada uang, hehe, barang-barang jualannya juga tak beda dengan yang ada di Medina Tunis, bahkan di Khan Khalili, Cairo

Berjalan menjelajahi kota tua Casablanca, seolah berkunjung ke masa silam. Seakan-akan menemukan sebuah perjalanan sejarah yang telah terhenti. Bangunan kuno dengan deretan tiang, serta rumah peninggalan masa abad pertengahan Islam mewarnai secara mencolok. Sulit dipercaya, bahwa kawasan eksotik nan antik ini berada di tengah-tengah gemerlap metropolitan Casablanca.

Para turis berlalu lalang, meski tak sepadat di kota tua Tunis. Sesekali, ada bapak-bapak tua berjubah putih khas Maroko ; jubah dengan tutup kepala, seperti jas hujan. Di tengah teriakan para penjaja barang serta irama oud, gitar Arab yang dimainkan oleh para artis amatiran yang duduk di emperan-emperan toko. Ah, Casablanca memang mempesona....!

Megahnya Mesjid Hasan II
Menjelang dzuhur, kami mengunjungi Mesjid Hassan II yang terletak di tepi pantai, menghadap Samudera Atlantik. Dirikan oleh Hassan II, raja Maroko yang memerintah selama rentang 1961 – 1999. Sebuah mesjid yang megah, menaranya menjulang tinggi. Jika dilihat dari arah samping, akan nampak bahwa separuh bagian mesjid ini terapung di atas laut.

Pelataran depannya sangat luas. Perkiraanku, lebih dari luas dua lapangan sepak bola. Tak heran jika menurut cerita yang masyhur, mesjid ini adalah terbesar ketiga setelah al Haramain, yakni Mesjid al Haram dan Masjid Nabawi.

Arsitektur mesjid ini terbilang modern. Dindingnya terbuat dari marmer yang berukiran warna-warni. Indah banget. Corak ukiran dan hiasannya khas Andalusia.

Tempat wudlu berada di ruangan bawah tanah. Melewati tangga tembok yang indah serta ruangan-ruangan kecil yang cantik. Padahal, dinding-dinding indah ini berada di dalam ruangan wudlu dan toilet. “Mang Dede, jika kita difoto di sini, orang akan menduga kita tengah berada di hotel berbintang”, tutur seorang kawan berseloroh.

Di gerbang mesjid, tiga orang penjaga berseragam putih-biru nampak berdiri. Sewaktu aku hendak masuk, mereka menanyaiku dengan bahasa Perancis. “Anda muslim?!” Orang Maroko – juga Tunisia – memang biasa menyapa turis asing dengan bahasa Perancis. “Oh, ya, saya muslim. Dan saya mau salat dzuhur di sini”, tuturku dengan bahasa Arab. Para penjaga itu pun tersenyum ramah. “Ahlan wa sahlan”, katanya.

Aku berdecak kagum atas kemegahan mesjid ini. Meski nampaknya, mesjid ini lebih terkesan sebagai obyek wisata ketimbang sebagai sarana ibadah. “Ah, bagi saya ini terlalu megah untuk ukuran mesjid”, tutur seorang pejabat kita yang kumintai komentar tentang mesjid ini.


Aku berdiri pada jarak 200an meter dari mesjid

Pulang ke Rabat
Pukul 13.00, kami kembali ke Rabat. “Kita makan siang di sana. Lalu istirahat sebentar di KBRI. Sore hari hingga malam, kita akan telusuri kota Rabat”, tutur seorang panitia.

Aku mengangguk-anggukka kepala tanda setuju. “Oke dech Pak”, jawabku sambil duduk santai di bis. Tubuhku bersandar ke kursi yang empuk. Sementara pikiranku masih melayang, menerawang, mengingat-ingat sudut-sudut kota tua Casablanca yang mempesona.

Tunis al Khadra, 6 Agustus 2006

3 comments:

  1. Yang ada lagunya itu kan .

    ReplyDelete
  2. nah ini diya postingan tentang casablanca. saya punya lagunya Bertie Higgins yg judulnya casablanca. meskipun saya termasuk anak yg masa kini, tapi setelah membaca di beberapa sumber, kayaknya saya interest bgt ma kota ini. kapan ya saya bisa kesana..... untuk sementara emang masih mimpi, tapi siapa yang tau besok lusa ada rejeki, hahahhaha....

    ReplyDelete
  3. mas, tolong diposting kota2 di middle east dan north africa. salam kenal

    ReplyDelete