Wednesday, August 23, 2006

Tunis Tunangan

Bergoyang di Malam Rajaban


Para penari cilik tak lelah bergoyang, di Malam Rajaban

Ahad (20/8) siang, selepas adzan zuhur, tiba-tiba musik Arab terdengar mengelegar di dalam rumah Babeh, alias rumah Bapak Kost kami. Tepat di depan pintu rumah yang kutinggali. Sesekali terdengar zagrudah, lengkingan khas seorang wanita Arab, sebagai tanda suka ria. Suasana berubah bising, tak nyaman lagi untuk baca buku atau tidur siang. Kaca-kaca jendela sesekali bergetar. “Wah, tentu ada pesta di rumah Babeh”, gumamku.

Dan ternyata benar. Beberapa saat kemudian, Babeh – nama aslinya Salim al Jallasi - mengetuk pintu rumah kami. “Nanti malam kalian aku undang hadir di acara tunangan si Zuher”, tuturnya. Zuher adalah putera bungsu Babeh.

Wah, kesempatan yang tak boleh disia-siakan, pikirku. Aku ingin tahu bagaimana prosesi tunangan orang Tunisia. Samakah dengan orang Mesir?! Apa bedanya dengan orang Indonesia?!

Klakson Mobil
Rumah calon besan Babeh berada di Ben Arous, sebuah kota kecil, 20 km arah selatan dari pusat kota Tunis. Kawasan yang tenang, hijau dan tentu saja indah

Aku bersama seorang rekan, memenuhi undangan Babeh, mewakili keluarga mahasiswa Indonesia. Pukul 21.00, tiga buah mobil yang membawa rombongan keluarga Babeh bergerak perlahan, beriringan, sambil tak henti membunyikan klakson. Juga lampu yang dikerlap-kerlipkan. Inilah kebiasaan orang Arab kala mengarak pengantin atau mereka yang sekedar tunangan.

Selama perjalanan, sesekali kami berpapasan dengan parade mobil-mobil yang berprilaku sama ; membunyikan klakson dan menyalakan lampu. Diantara mobil-mobil itu ada yang dipasangi bunga. Itu tandanya pengantin kawin, bukan pengantin tunangan. Selama musim panas, memang hampir tiap hari ada orang Tunis yang menggelar pesta kawin. Sama dengan di Mesir. Hari Sabtu dan Ahad, irama pesta terdengar menggema dari hampir setiap arah.

Laksana Pengantin Kawin.Tak sampai setengah jam, kami tiba di depan rumah mempelai wanita. Sebuah rumah berlantai dua, berlokasi di komplek pemukiman padat penduduk.

Rombongan pihak lelaki berjalan berbaris. Beberapa orang membawa parcel yang dihias bunga-bunga. Zuher berjalan paling depan, diiringi Babeh dan Mama. Babeh yang malam itu juga memaki jas hitam plus dasi, nampak gagah, kendati ia sudah berusia hampir 70 tahun. Maklum, Babeh adalah purnawirawan polisi. Tiga puteranya, juga berprofesi sebagai polisi. Rido, putera sulungnya, adalah polisi Buru Sergap, tukang bekuk penjahat. Adiknya, Munsif, seorang intel. Dan Zuher, si bungsu yang berusia 30 tahun itu, adalah seorang polisi lalu lintas. Karena profesi polisi itulah, keluarga Babeh sangat dihormati – bahkan ditakuti - di lingkungan tinggal kami. Berkahnya dirasakan oleh kami, para mahasiswa Indonesia yang tinggal di apartemen milik Babeh ; kami selalu merasa aman, bebas dari gangguan anak-anak nakal atau preman mabuk yang banyak berkeliaran di sekitar kampung kami.


Aku hadir di acara tunangan putera bungsu Babeh

Keluarga pihak wanita menyambut kedatangan kami di beranda. Zuher, yang malam itu mengenakan jas hitam dan dasi, langsung dipersilahkan masuk rumah, lalu berdiri berdampingan dengan mempelai wanita. Mempelai wanita mengenakan gaun putih, seperti halnya pengantin kawinan.

Hanya beberapa menit Zuher dan tunangannya berdiri di dalam rumah. Sekedar untuk foto-foto. Lalu, keduanya naik tangga, menuju sutuh, pelataran atap rumah. Area di alam terbuka seluas kira-kira 100 meter persegi itu, menjadi lokasi pesta. Puluhan kursi berderet, juga kursi pelaminan dengan background hiasan layar kapal laut yang romantis.

Orang Arab ternyata biasa menggunakan pelataran atap rumahnya untuk lokasi pesta-pesta. Murah meriah, tak usah sewa gedung, juga tak mengganggu kelancaran lalu lintas jalanan.

Goyang Perut
Zuher dan tunangannya langsung duduk di pelaminan. Tanpa ada prosesi apapun. Puluhan tamu – kebanyakan wanita - duduk menempati kursi-kursi di depan mempelai. Aku bersama keluarga Babeh, duduk di deretan kursi belakang.

Belum satu menit kami duduk, musik Arab tiba-tiba terdengar menggelegar. Memekakkan telinga. Rupanya, di sudut depan kanan area ini, satu set sound system telah tersedia, plus para teknisi dan penyanyi.

Suasana mendadak bising dengan lagu-lagu dangdut Arab. Diselingi zagrudah itu. Tanda orang bersuka ria. Dan, tanpa komando, serentak kaum wanita yang mulanya duduk-duduk itu, tiba-tiba berdiri dan berjoged. Bergoyang pinggul, meliuk-liukkan tubuh. Tua muda, sama saja. Ada anak-anak gadis ABG yang berbaju ketat dan dengan lincah meliku-likukan perutnya yang terbuka. Juga anak-anak kecil yang menari genit. Pun ibu-ibu tua yang bergoyang-goyang.

Bibirku menggumamkan beberapa syair Arab yang kudengar. Beberapa diantaranya memang kuhafal. Seperti lagu-lagu George Wossef, penyanyi terkenal asal Lebanon, yang sangat cocok dinikmati dalam pesta tradisi orang Arab. Aku pun terlarut dalam suasana malam itu. Tapi tiba-tiba, aku ingat, bahwa malam ini adalah malam 27 Rajab. Malam Isra Mikraj.

Tidak ingatkah orang-orang Tunis yang ada di arena pesta ini akan Isra Mikraj ?!

Kaum lelaki yang berada di arena pesta, nampak terlarut dengan musik. Kulihat, beberapa orang tua berjubah –nampaknya pemuka agama- juga tetap asyik ngobrol dengan rekannya.

Para penari terus beraksi. Joged erotik, baju ketat dengan pusar terbuka, rupanya tak dianggap sebagai hal tabu, apalagi dinilai sebagai pornografi. Tak peduli syair-syair yang didendangkan, yang kadang ternyata syair-syair pujian kepada Nabi. Syair-syair kaum sufi Arab dalam mengekspresikan cintanya kepada Rasulullah.

Sama dengan yang dulu sempat kuamati di Mesir. Goyangan tari perut, terus seiring sejalan dengan ramainya aneka tradisi Islam yang dipraktikkan masyarakat. Maraknya tari perut di diskotik-diskotik terapung di sungai Nil, atau di hotel-hotel berbintang, bahkan di acara-acara kawinan orang kampung, tak pernah jadi bahan polemik kaum santri. Kecuali pada sekitar akhir 2002, ketika muncul para penari gadungan, yang dinilai telah menodai citra penari perut. Beberapa oknum penari, dikhabarkan bisa dibawa ke ranjang. Hingga kemudian, Vivi Abduh, ketua ikatan para penari Mesir, angkat bicara. Lalu pemerintah mengadakan penertiban. Para penari ‘nakal’ itu ditangkapi. Lalu, para penari perut wajib memiliki lisensi. Tak sembarangan orang bisa menari perut. Serta tak sembarang tempat bisa menggelar tari perut. Semuanya diatur tertib.

Qiraatul FatihahKira-kira setengah jam kemudian, Zuher dan tunangannya turun dari kursi pesta. Diikuti beberapa lelaki tua. Termasuk Babeh. "Ayo kita turun", tutur Babeh mngajakku pergi. Aku pun ikut turun, bersama mereka menuju ruangan dalam rumah.

Di dalam rumah, kami duduk di kursi yang melingkar. Sekitar 10 orang lelaki. Ada seorang kakek renta berjubah putih, duduk diapit oleh Babeh dan Zuher. Ternyata kakek tua itu adalah seorang kyai. Lelaki lainnya adalah aku, Munsif, Rido dan beberapa dari keluarga perempuan.

Kakek tua itu membuka pembicaraan. Mula-mula ia berceramah, temanya tentang pernikahan. Ia mengutip beberapa ayat di awal Surat An Nisa, yang khusus berbicara tentang pernikahan dalam Islam. Juga beberapa hadis tentang pernikahan. Setelah sepuluh menitan, lalu ia membaca wirid-wirid, solawat, dan diakhiri dengan bacaan surat Al Fatihah. Pada saat bacaan Al Fatihah ini, semua orang yang ada di ruangan itu ikut baca, dengan suara agak nyaring.

Dalam tradisi Arab, bacaan al Fatihah ini merupakan salah satu ritual penting, dan merupakan tahapan awal dari prosesi tunangan. Ritual ini biasa dinamakan Qiraatul Fatihah, yang dihadiri oleh orang tua lelaki dari dua belah pihak.


Kyai Sepuh, diapit Babeh dan Zuher dalam acara Qiraatul Fatihah

Duet MautUsai acara Qiraatul Fatihah, kami semua kembali ke atas, menuju ruangan terbuka lokasi pesta. Aku melanjutkan acara yang tadi tertunda ; menyaksikan goyangan para penari amatiran itu.

Lagu-lagu yang diputar oleh operator pun berganti-ganti. Ada lagu berirama Rai, remix Arab khas Aljazair itu. Juga ada beberapa lagu Barat ceria, baik yang berbahasa Petrancis maupun Inggeris. Salah satunya, lagu Shakira yang sedang nge-trend itu.

Wael, salah seorang cucu Babeh yang berusia ABG, nampak asyik berjoged. Matanya terpejam, kepalanya bergoyang-goyang, seperti orang tripping. Ia berpegangan tangan dengan seorang ibu yang rambutnya memutih. Kuamati lebih dekat. Wah, rupanya dengan Mama, isteri Babeh, alias nenek Wael sendiri. Malam itu, Mama berduet maut dengan cucunya sendiri, bergoyang tak mau kalah. Mama berjingkrak lincah. Di malam Rajaban.

Pasang Cincin dan TatoTak lama kemudian, musik terhenti. Serombongan ibu-ibu menghampiri kursi pelaminan. Mereka membawa sebuah kotak kecil dan parcel. Ternyata kotak kecil itu berisi sepasang cincin tunangan. Sedangkan parcel berhias itu berisi halawah, kue-kue manis.

Perhatian hadirin tertuju para Zuher dan tunangannya. Mereka saling mengenakan cincin. Sementara, seorang wanita sibuk berkeliling, membagi-bagikan halawah itu kepada para hadirin.

Sambil menyaksikan prosesi tukaran cincin, aku bertanya kepada Munsif , putera Babeh. “Kalo tunangan begini, dari pihak lelaki bawa duit berapa?!”. Munsif menggelengkan kepala. “Sekarang tak ada uang tunai. Hanya cincin dan kue-kue itu. Juga ada sedikit pakaian”, tutur Munsif.

Oh, pantas, pikirku. Menurut cerita beberapa kawan, tunangan dan prosesi Qiraatul Fatihah di Tunis, masih belum jadi ikatan yang cukup kuat menuju perkawinan. "Hubungan putus usai Qiraatul Fatihah, masih sering terjadi", tutur seorang kawan Tunis beberapa waktu lalu.

Usai pasang cincin, kedua mempelai kembali duduk di kursi. Musik kembali menggelegar. Para penari kembali beraksi. Semakin malam, semakin bising, gerakannya semakin tak karuan.

Aku berjalan bolak-balik, mencari-cari fokus bagus untuk foto. Selain memotret Zuher, keluarga Babeh, aku juga mengambil gambar para penari itu. Dari berbagai sisi. Dan para penari itu, baik yang gadis ABG, anak-anak kecil atau mereka yang manula, nampak semakin semangat menari, kala tahu bakal diphoto.

Menjelang pukul 00.00, musik dihentikan lagi. Rupanya ada prosesi pemasangan tato Arab, pada telapak tangan mempelai perempuan. Tato Arab yang terbuat dari ramuan daun-daunan. Namanya Tato Hena. Tato kebanggaan kaum wanita Arab, bahkan sebagai identitas sosial tertentu.

Kawin Tahun Depan
Di tengah meriah pesta, aku bertanya pada Babeh. “Beh, kalo tunangannya sekarang, pesta kawinnya kapan?!” Babeh spontan menjawab, “Musim panas tahun depan, insya Allah”, tuturnya. “Nanti ada juga pesta di atap rumah kita itu.”, tutur Babeh lagi.

Wah, tahun depan?! Lama sekali, pikirku. Tapi, ini memang tradisi di sini. Jarak waktu antara tunangan ke nikahan, sekitar 6 hingga 12 bulan. Karena untuk pesta pernikahan, mempelai lelaki harus menyediakan biaya yang tidak sedikit. Pesta enam hari, plus bekal rumah tinggal, mas kawin dan biaya teknis lainnya.

Selama di Mesir dulu, aku mendengar banyak cerita tentang tinginya biaya nikah yang harus diemban pihak lelaki. Kadang aku merasa kasihan kepada mereka, kaum lelaki di Tanah Arab ini. Semoga Allah memudahkan jalan bahagia mereka.

“Pada acara pesta kawin si Zuher nanti, mungkin kalian akan kami rekrut sebagai panitianya”, tiba-tiba Babeh ngomong lagi. Matanya tetap menuju ke depan, ke arah penari-penari perut itu. Aku kaget. Apa Beh?! Panitia?! Tidak ah, Beh. Tahun depan aku sudah di Tanah Air, insya Allah. Mau bikin acara sendiri, hehehe...Salam Manis dari Tunis

Tunis al Khadra, 23 Agustus 2006

7 comments:

  1. Aduh, yang bener nih Dede mo bikin acara tahun depan. Tahun depan kapan ya? Jangan jadi Bang Thoyib ya! Tiga kali ramadlan, tiga kali lebaran, abang tak pulang-pulang.......:), he...he......

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. Tahun depan ada hajatan punya Kang Dede sendiri ya?
    Undang-undang kita ya...
    Jangan lupa lho ...
    :-)

    ReplyDelete
  4. kang dede, siapakah gerangan dia, yang berbahagia itu?!

    ReplyDelete
  5. zagrudah itu apa ya? siulan wanita arab atau nyanyian ketika majlis perkahwinan?

    ReplyDelete
  6. zagrudah itu apa ya?
    saya tidak faham dengan maksud lengkingan.

    ReplyDelete
  7. zagrudah itu apa ya? siulan wanita arab atau nyanyian ketika majlis perkahwinan?

    ReplyDelete