Sunday, October 17, 2004

Cairo Book Fair

Ambek Nyedek Tanaga Midek *



Gerbang utama arena Book Fair 2004


Rasa kesel, sakit hati, pusing, ngiri, dan yang sejenisnya, muncul dalam hatiku secara tiba-tiba, di suatu sore beberapa hari lalu. Bagaimana tidak. Jalan-jalan di arena pameran buku internasional Kairo (Ma'radul Qahirah Ad Dauli As Sadis Wa Tsalatsin lil Kitab) yang terkenal dengan harganya yang murah-murah itu, sementara duit tak ada. Ibarat kata, maksud hati memeluk gajah, apa daya tangan tak sampai. Kalau kata orang Bandung, ambek nyedek tanaga midek.

Cairo International Book Fair tahun ini, adalah yang ke-36 kalinya, sejak pertama kali diadakan. Saya tidak tahu, kapan yang pertama kalinya itu. Entah memang 36 tahun lalu, 360, atau malah 3600 tahun lalu. Apakah pada masa Presiden Anwar Sadat, Gamal Abdel Nasser, King Hassan, Napoleon Bonaparte ataukah pada masa Presiden Fir'aun, saya juga belum tahu. Yang saya tahu, bahwa pameran buku ini adalah yang terbesar kedua di dunia. Konon, the biggest-nya adalah pameran di Frankfurt, Jerman.

Biasanya, ma'rad digelar selama 2 mingguan. Tahun ini singkat, hanya 9 hari, yakni dari tanggal 22 hingga 30 Januari 2004, karena keburu liburan Idul Adha. Di Mesir ini, sejauh yang saya ketahui, Idul Adha memang lebih terasa lebarannya daripada Idul Fitri. Harga-harga pada naik, orang-orang juga pada mudik. Kantor-kantor masih pada tutup hingga pekan depan. Kota Kairo nampak lengang. Suasana yang terbalik dengan tradisi kita di tanah air.

Kendati singkat, ma'rad tahun ini diikuti oleh 3150 stand penerbit, dari 97 negara. Dari angka 3150 itu, 650 diantaranya adalah stand non Arab, 900 penerbit Arab non Mesir, dan 1600 penerbit Mesir. Beberapa penerbit terkemuka mengandalkan buku-buku terbarunya, semisal Darul Fikr Al Arabi, yang tahun ini membawa 150 judul buku baru, selain 1500-an judul lamanya.

Saya telah mengalami 3 kali pameran serupa di Kairo ini. Pameran pertama, akhir Januari 2002, kala masih punya banyak uang, hahahahaha... Maklum, masih baru di Kairo. Tentu saja, saya borong-borong agak banyak. Buku-buku 'turats' keagamaan, menjadi incaran utama. Kitab Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu-nya Wahbah Zuhaili yang 11 jilid, Fathul Bari yang 13 jilid, juga beragam kitab-kitab klasik mujalladat lainnya, tiba-tiba memenuhi kolong ranjang di kamar kost-ku, pada hari-hari ma'rad.

Pameran kedua, akhir Januari 2003, tak bisa kuikuti hingga tuntas. Kalo ngga salah, saya hanya kebagian hari pertama dan keduanya saja. Soalnya, keburu berangkat haji. Waktu itu, saya ngubek-ngubek ma'rad dalam dua hari, sekedar cari buku Iqtishaduna-nya Baqir Shadr yang Syiah itu. Alhamdulillah sih, ketemu. Buku rujukan utama para pengkaji ekonomi Islam yang tebalnya 712 halaman itu ternyata nyelap di salah satu pojokan azbakiya alias loakan. Sialan. Selain Iqtishaduna, beberapa buku agama yang murah-murah juga saya beli. Ngga bisa banyak-banyak, karena fulus-nya keburu kepake untuk persiapan hajian.

Nah, di ma'rad seminggu lalu itu, saya puas-puasin jalan-jalan. Ibarat pepatah, kelapa muda kupas-kupasin, kelapa tua tinggal batoknya. Masa ma'rad puas-puasin, masa tua tinggal bongkoknya, (...hahahahha...ngga nyambung..!). Ya, intinya di ma'rad kemaren itu, saya hanya jalan-jalan, itupun dalam 4 hari terakhir saja. Maklum, 5 hari pertama-nya saya sibuk ngurus ini itu.

Saya ngga begitu PD masuk hall-hall pameran yang jumlahnya ada 35 itu, baik yang besar, atau hall kecil. Luas keseluruhan tempatnya saja, 180.000 meter persegi. Belum lagi stand-stand penerbit yang berderet di setiap pinggiran jalan yang berliku-liku. Malas, dan itu tadi...hehehehe..fulusnya bermasalah..! Lagian, jalan-jalan keliling ma'rad, itu cukup menguras energi karena cape-nya. Bayangkan saja, satu hall besar kira-kira seukuran dengan stadion mini di padepokan pencak silat TMII itu.

Selama 4 hari kemaren itu, saya hanya bolak-balik di azbakiya, alias stand buku-buku bekas. Luasnya ngga sampai sepersepuluh dari total luas ma'rad. Tempatnya juga tidak rapi. Tetapi, buku-bukunya lumayan, banyak yang bagusnya, dengan harga yang mulah meliah.

Harga buku tahun ini, memang tidak terlalu murah jika dibandingkan dengan ma'rad tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu, diskonnya ada yang mencapai 60 - 70 persen. Ma'rad kemaren itu, diskonnya kecil-kecil, paling 30 hingga 40 persen dari harga asli. Apalagi buku-buku terbitan luar Mesir, semisal Lebanon atau Damascus. Kayaknya dimahal-mahalkan dulu, baru dikasih diskon. Tega nian memang para saudagar Arab itu. Meski memang saya tahu, bahwa semua ini disebabkan karena melemahnya kurs Pound Mesir terhadap Dolar AS, sehingga harga buku tetap mengacu pada standar Dolar. Seperti kitab Fathul Bary yang tahun lalu masih 105 Pound itu, kemaren naik menjadi 150. Memang angkanya masih yang itu ; satu, lima dan kosong, tapi khan, nilai pun berubah, akibat posisi yang beda. Ibarat tempat duduk kala ujian ; posisi menentukan prestasi, hehehehe...

Pelaksanaan ma'rad yang hanya 9 hari, juga berimbas pada mahalnya harga buku. Seperti yang dikatakan Om Ashraf Yusuf, dari penerbit Dar Alam al Kutub, yang pada tahun ini membawa 50-an judul buku baru, selain 600-an judul lama. "Terpaksa kami membebankan biaya operasional pada harga penjualan". Ah, pantesan saja Om, harga buku-bukumu itu mahal. Akibatnya, saya ngga bisa beli-beli banyak. Sebagai orang Sunda, saya hanya bisa kukulutus alias mengeluh, ambek nyedek tanaga midek.

Pinggiran Nil, 1 Februari 2004


No comments:

Post a Comment