Wednesday, October 13, 2004

Selebritis Gadungan

Selebritis Dadakan di Tepian Nil



Salah satu pemandangan di Nil pinggiran kota Kairo


Bagi pria Mesir bertubuh tinggi besar berkumis tebal mirip Saddam Husein itu, tujuh Maret Dua Ribu Empat barangkali menjadi hari istimewa. Tak biasanya, serombongan orang-orang asing, tiba-tiba mengajak dia berfoto bersama, berulangkali pula. Laksana bintang iklan atau selebritis terkenal saja, yang diminta foto dan tandatangan oleh para fans-nya.

Husham Osman, pria setengah baya, guide Maktabah Mubarak Kairo, harus rela melayani permintaan foto bersama 50-an mahasiswa Indonesia peserta Safari Pustaka alias Rihlah Maktabah yang digelar oleh Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Kairo (PMIK), Ahad (7/3) lalu. Usai mengunjungi dan memelototi setiap lekuk gedung berlantai 3 itu, para mahasiswa sempat bersantai ria selama 20 menitan, di pelataran atas gedung yang terletak di tepi sungai Nil ini. Dari ruangan terbuka itu, terlihat jelas air Nil nampak menghampar di depan mata. Juga hijaunya pepohonan, deretan perahu dan gedung-gedung tingi pencakar langit. Sebuah pemandangan yang tak bisa dilewatkan oleh para pemburu gambar. Dan, tak ayal lagi, Om Husham menjadi bintang tamu rekan difoto, terutama oleh beberapa kawan mahasiswa baru, yang barangkali masih menganggap orang Mesir sebagai orang yang 'hebuat' dan mengagumkan. Si Om nampak bolak-balik kesana kemari, dengan senyum simpul. "Memang susah yach, jadi orang ganteng", begitu kira-kira komentar singkat yang keluar dari mulutnya yang hampir tertutup kumis itu. So' mantap.

Begitulah, rihlah maktabah hari itu penuh memori indah. Di Maktabah Al Azhar as Syarif, perpustakaan pertama yang dikunjungi, kami disambut oleh Dr. Subki Syauqi, direktur maktabah, dengan senyum penuh keakraban. Selama hampir setengah jam, kami mendengarkan ceramah dan penjelasan tentang sejarah, buku-buku, dan segala hal yang berkaitan dengan maktabah Azhar, dalam sebuah aula yang tak terlalu lebar di lantai 1. Beberapa saat kemudian, Om Muhammad Ash, guide resmi, mendampingi kami melihat-lihat manuskrip kitab-kitab klasik yang tersimpan rapi dalam etelase kaca di lantai dasar. Dalam kotak kaca berukuran kira-kira 5 x 1 meter itu, nampak kitab pertama-nya Ibnu Sina tentang kedokteran, juga beberapa mushaf Al Quran, yang ditulis pada abad 3 dan 4 Hijrah.

Menjelang pukul 11.00, kami tiba di perpustakaan kedua, Maktabah Mubarak, yang berlokasi di kawasan Giza, tepi sungai Nil tadi. Seperti yang saya ceritakan di awal, sambutan hangat om Husham mengawali kujungan kami ke perpustakaan kecil tetapi memiliki anggota 70 ribuan orang itu. Saya katakan kecil, memang gedungnya hanya 3 lantai. Ruangannya juga tidak begitu luas. Koleksi bukunya, hanya 173 ribuan. Tetapi, sepintas lalu saya lihat, perpustakaan ini dikelola secara rapi dan modern. Ruangan-ruangannya bersih, buku-bukunya tertata rapi. Komputer dan internet, nampak berderet di beberapa pojok ruangan. Ada ruangan perpustakaan khusus anak dan juga remaja. Warnet termurah di Kairo - harganya 1 Pound per jam - menempati sebuah ruangan di lantai 2 gedung yang diresmikan tahun 1995 ini. Oya, Maktabah Mubarak ini adalah satu-satunya perpustakaan Kairo yang bukunya boleh dipinjam ke luar. Selain PMIK tentunya.

Lokasinya yang persis di tepi sungai Nil -kendati agak ngumpet dari jalan raya - membuat perpustakaan ini menjadi menarik. Ya itu tadi, usai berlelah-lelah, para pengunjung bisa bersantai ria di ruangan atas, sambil menikmati pemandangan indah sungai Nil, sambil foto-foto. Atau bisa juga nongkrong di lapangan rumput hijau di halaman depan.

Rihlah maktabah hari itu, benar-benar berbuah berkah. Masih di perpustakaan Mubarak, kami bertemu kru Televisi 1 Mesir, yang kebetulan sedang meliput aktifitas perpustakaan. Entah apa yang dimimpikan oleh para kru TV itu malam sebelumnya, kok tiba-tiba bisa bertemu dengan serombongan manusia asing bertubuh mungil dan berwajah imut, dari negeri antah berantah nun jauh di sana, bernama Indonesia. Tanpa banyak basa-basi, tiga orang panitia - yang kayaknya dianggap paling cool - diwawancara oleh reporter TV milik pemerintah itu. Lagi-lagi, ketiga orang ini bernasib sama dengan Om Husham, yang kumisnya segede gagang telepon itu tadi ; jadi selebritis dadakan di tepian Nil. Ruar biasa.

Pinggiran Nil, 9 Maret 2004


No comments:

Post a Comment